Pewarisan Menurut KUH Perdata: Objek Warisan
PERDATA


Pendahuluan
KUH Perdata tidak memberikan definisi mengenai "objek warisan". Namun, esensinya dapat ditarik dari beberapa pasal. Prinsip utama pewarisan diatur dalam Pasal 830 KUH Perdata yang menyatakan, "Pewarisan hanya terjadi karena kematian." Sejak saat itulah seluruh harta peninggalan pewaris terbuka untuk diwariskan.
Menurut Pasal 833 KUH Perdata, "Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak, dan semua piutang orang yang meninggal." Frasa "semua barang, semua hak, dan semua piutang" dalam Pasal 833 KUH Perdata menunjukkan bahwa objek warisan (dikenal sebagai boedel) mencakup seluruh hak atas harta kekayaan berupa hak maupun kewajiban, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, di lapangan kekayaan dan dapat dinilai dengan uang termasuk hak kekayaan intelektual.
Pembahasan
Secara sederhana, objek warisan terdiri dari dua komponen utama:
Aktiva (aset/harta kekayaan): Seluruh kekayaan dan hak yang bernilai ekonomis. Berikut rincian dari komponen aktiva:
Barang-barang Berwujud (Benda Materil): Ini adalah komponen yang paling umum dipahami, seperti tanah dan bangunan (hak milik, hak guna bangunan), kendaraan bermotor, perhiasan, perabotan, dan koleksi seni;
Barang-barang Tidak Berwujud (Benda Immateril): Komponen ini seringkali lebih kompleks, meliputi:
Piutang: Uang atau tagihan yang dimiliki pewaris dari pihak ketiga.
Surat Berharga: Saham perusahaan, obligasi, reksa dana.
Hak Kekayaan Intelektual (HKI): Hak cipta atas buku atau lagu, hak paten atas penemuan, dan hak merek dagang yang masih berlaku dan memiliki nilai ekonomis. Hak-hak ini dapat terus menghasilkan royalti yang menjadi bagian dari warisan.
Saldo Rekening: Simpanan dalam bentuk tabungan, giro, maupun deposito di lembaga perbankan.
Passiva (Kewajiban/Utang): Berdasarkan Pasal 1100 KUH Perdata, ditegaskan bahwa, "Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu."
Artinya, para ahli waris secara hukum bertanggung jawab atas pelunasan utang-utang pewaris, baik itu utang kepada perorangan, cicilan kredit di bank (KPR, kredit kendaraan), maupun tagihan kartu kredit. Pertanggungjawaban ini sebatas proporsi atau bagian warisan yang mereka terima. Mereka tidak diwajibkan membayar utang pewaris dengan harta pribadi mereka, kecuali jika mereka menerima warisan secara penuh tanpa syarat (penerimaan murni).
Dengan demikian, seorang ahli waris tidak hanya mewarisi keuntungan, tetapi juga menanggung beban dari pewaris.
Hak Yang dapat Diwariskan di Luar Harta Kekayaan
Lebih lanjut, terdapat pula hal yang dapat diwariskan di luar harta kekayaan, yaitu:
Hak seorang ayah untuk menyangkali keabsahan anaknya, juga
Hak seorang anak untuk menuntut dinyatakan sebagai anak sah dari ayah dan ibunya
Ahli waris tidak dapat memilih untuk hanya menerima aktiva dan menolak passiva. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dari harta peninggalan.
Hak dan Kewajiban yang Tidak Dapat Diwariskan
Meskipun prinsipnya seluruh hak dan kewajiban beralih, terdapat beberapa pengecualian untuk hak dan kewajiban yang sifatnya sangat pribadi (intuitu personae) dan berakhir dengan kematian, antara lain:
Hak Pakai Hasil (Vruchtgebruik): Berdasarkan Pasal 818 KUH Perdata, hak pakai hasil hapus dengan meninggalnya si pemakai hasil;
Perjanjian Pemberian Kuasa: Sesuai Pasal 1813 KUH Perdata, pemberian kuasa berakhir dengan meninggalnya si pemberi kuasa atau si penerima kuasa;
Hak dan Kewajiban yang Melekat pada Pribadi: Hak dan kewajiban yang hanya bisa dilaksanakan oleh pewaris semasa hidupnya akan berakhir dengan kematiannya. Contohnya:
Kewajiban Nafkah: Kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anaknya atau mantan suami kepada mantan istrinya berhenti pada saat ia meninggal.
Hubungan Keanggotaan/Jabatan: Keanggotaan dalam suatu perkumpulan atau jabatan dalam perusahaan akan berakhir dengan sendirinya.
Perjanjian Pemberian Jasa Bersifat Pribadi dan Perjanjian Perburuhan: Kewajiban yang melekat pada keahlian atau pribadi seseorang, seperti kewajiban seorang seniman untuk melukis, akan gugur saat ia meninggal;
Uang Pertanggungan Asuransi Jiwa: Ini adalah pengecualian yang paling sering disalahpahami. Uang klaim asuransi jiwa tidak termasuk dalam boedel warisan. Dana tersebut dibayarkan oleh perusahaan asuransi langsung kepada orang yang ditunjuk (beneficiary) dalam polis. Dasar hukumnya bukan hukum waris, melainkan perjanjian asuransi antara pewaris (sebagai tertanggung) dengan pihak asuransi.
Manfaat Pensiun atau Jaminan Hari Tua (JHT): Sama seperti asuransi jiwa, dana ini diberikan kepada ahli waris yang telah ditunjuk sesuai dengan peraturan dana pensiun atau BPJS Ketenagakerjaan, dan tidak digabungkan ke dalam harta warisan yang pembagiannya tunduk pada KUH Perdata.
Penutup
Pada hakikatnya, objek warisan menurut KUH Perdata memiliki cakupan yang jauh lebih luas dari sekadar aset atau harta kekayaan. Ia merupakan sebuah kesatuan hukum (boedel) yang meliputi seluruh hak yang bernilai ekonomis (aktiva) sekaligus semua utang dan kewajiban (pasiva) yang ditinggalkan oleh pewaris. Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa hak-hak yang bersifat sangat pribadi, serta manfaat seperti polis asuransi jiwa, secara hukum tidak termasuk dalam lingkup harta warisan.
Referensi
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), khususnya Buku Kedua Bab Kelima Belas mengenai Warisan karena Kematian (Pasal 830-1130).