Upaya Hukum dalam Sistem Peradilan Indonesia
ILMU HUKUM


Pendahuluan
Salah satu tujuan hukum adalah keadilan. Keadilan bukan sekadar konsep filosofis, melainkan konsep yang harus dapat diwujudkan dan dilindungi. Sistem peradilan di Indonesia telah menyediakan berbagai upaya hukum guna menjamin keadilan dan perlindungan hak asasi setiap pencari keadilan. Salah satu problematika yang kerap dihadapi para pihak dalam proses peradilan adalah jatuhnya putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan atau tidak memenuhi rasa keadilan. Oleh karena itu, hukum acara di Indonesia mengatur mekanisme upaya hukum untuk menguji serta memperbaiki putusan pengadilan yang dinilai bermasalah.
Pembahasan
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 12, upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Secara sederhana, upaya hukum adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada pihak-pihak yang berperkara untuk meminta pemeriksaan ulang terhadap putusan yang dianggap merugikan atau tidak sesuai dengan hukum. Upaya hukum merupakan manifestasi dari prinsip due process of law, yaitu hak setiap warga negara untuk diperlakukan secara adil di mata hukum.
Dasar filosofis dari adanya upaya hukum adalah pengakuan bahwa hakim, sebagai manusia biasa, tidak luput dari kekhilafan. Kesalahan dalam penerapan hukum, kekeliruan dalam menilai fakta, atau ketidakadilan dalam putusan dapat terjadi. Oleh karena itu, upaya hukum menjadi koreksi (correctie) terhadap putusan yang mungkin tidak mencerminkan keadilan substansial. Ini juga sejalan dengan prinsip lex superiori derogat legi inferiori, di mana putusan dari badan peradilan yang lebih tinggi dapat membatalkan putusan dari badan peradilan yang lebih rendah.
Sistem hukum Indonesia mengenal dua kategori utama upaya hukum, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada status putusan yang dapat diajukan upaya hukum dan dampaknya terhadap pelaksanaan putusan. Upaya hukum biasa ditujukan terhadap putusan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap dan pada prinsipnya menangguhkan eksekusi putusan. Sebaliknya, upaya hukum luar biasa diajukan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan tidak menangguhkan pelaksanaan putusan.
Upaya Hukum Biasa (Gewone Rechtsmiddelen)
Upaya hukum biasa adalah hak pihak berperkara untuk menunda pelaksanaan putusan pengadilan tingkat pertama dengan mengajukan pemeriksaan ulang melalui jalur perlawanan (verzet), banding, dan kasasi. Upaya hukum biasa berlaku sebelum putusan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan pada dasarnya menangguhkan eksekusi putusan kecuali putusan dinyatakan uitvoerbaar bij voorraad.
Perlawanan (Verzet)
Verzet adalah upaya hukum terhadap putusan verstek (putusan tanpa hadirnya tergugat) yang diajukan oleh tergugat ke pengadilan tingkat pertama yang sama.
Dasar Hukum:
Upaya hukum ini secara khusus diatur dalam Pasal 129 dan Pasal 130 Herziening Indonesisch Reglement (HIR) untuk peradilan umum dan Pasal 78 Wetboek van Burgerlijke Rechtsvordering (Rv) untuk kasus perdata.
Syarat Formal:
Putusan verstek dijatuhkan setelah tergugat dipanggil secara sah namun tidak hadir tanpa alasan sah.
Permohonan verzet diajukan oleh tergugat atau kuasanya dalam 14 hari sejak pemberitahuan putusan, atau paling lambat 8 hari setelah aanmaning jika tak langsung diberitahukan.
Bentuk Putusan Verzet:
Tidak dapat diterima: jika tenggang waktu terlewati, maka verstek berkekuatan tetap.
Menolak verzet: menegaskan kembali putusan verstek.
Mengabulkan verzet: membatalkan verstek dan menolak gugatan penggugat asal.
Banding (Hoger Beroep)
Banding adalah upaya hukum biasa untuk meninjau kembali putusan pengadilan negeri di pengadilan tinggi, diperuntukkan bagi pihak yang merasa dirugikan. Pihak yang tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri dapat mengajukan banding agar perkara diperiksa ulang, baik dari segi fakta maupun penerapan hukumnya.
Dasar Hukum
Pasal 21 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman jo. UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura (untuk wilayah HIR/RBg), menggantikan Pasal 188–194 HIR dan Pasal 199–205 RBg.
Prosedur Pengajuan Banding:
Tenggang waktu: 14 hari untuk perkara perdata sejak putusan diucapkan atau diberitahukan; 7 hari untuk perkara pidana
Tempat pengajuan: Melalui panitera pengadilan yang memutus perkara tingkat pertama
Persyaratan: Membayar panjar biaya perkara banding dan menyampaikan memori banding dalam waktu 7 hari (pidana) atau sesuai ketentuan (perdata)
Perkara yang Tidak Dapat Diajukan Banding dalam Perkara Pidana:
Putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum
Putusan pengadilan dengan acara cepat
Putusan praperadilan
Putusan perkara tindak pidana ringan (kecuali menyangkut perampasan kemerdekaan)
Kasasi (Cassatie)
Kasasi adalah upaya hukum terakhir dalam ranah peradilan biasa yang diajukan ke Mahkamah Agung. Sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, tujuan kasasi bukan untuk memeriksa kembali fakta, melainkan untuk menguji apakah Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding telah menerapkan hukum dengan benar. Mahkamah Agung bertindak sebagai pengadilan kasasi yang bertugas menjaga kesatuan hukum (rechts-eenheid) melalui putusan-putusannya.
Alasan pengajuan kasasi berdasarkan Pasal 30 UU Mahkamah Agung:
Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
Pengadilan salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan peraturan perundang-undangan
Prosedur Pengajuan Kasasi:
Tenggang waktu: 14 hari sejak putusan banding diberitahukan
Tempat pengajuan: Melalui panitera pengadilan tingkat pertama
Kewajiban: Menyampaikan memori kasasi dalam 14 hari setelah permohonan didaftar
Upaya Luar Biasa (Buitengewone Rechtsmiddelen)
Upaya luar biasa adalah permohonan pemeriksaan kembali atas putusan berkekuatan tetap oleh terpidana atau penuntut umum berdasarkan novum, penipuan, atau kekhilafan hakim berat. Karakteristiknya yang "luar biasa" menunjukkan bahwa upaya ini hanya dapat diajukan dalam kondisi-kondisi tertentu yang sangat spesifik dan ketat.
Peninjauan Kembali (PK)
Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. PK diatur dalam Pasal 263-268 KUHAP untuk perkara pidana dan Pasal 67 UU Mahkamah Agung untuk perkara perdata.
Pihak yang berhak mengajukan PK:
Perkara pidana: Terpidana atau ahli warisnya
Perkara perdata: Pihak yang berperkara atau ahli warisnya
Alasan pengajuan PK berdasarkan Pasal 263 ayat (2) KUHAP:
Terdapat keadaan baru (novum) yang menimbulkan dugaan kuat bahwa jika keadaan tersebut diketahui saat sidang, hasilnya akan berbeda.
Dalam berbagai putusan terdapat pernyataan yang saling bertentangan.
Putusan dengan jelas memperlihatkan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.
Ketentuan khusus PK:
PK hanya dapat diajukan satu kali terhadap satu putusan
Pengecualian: PK lebih dari satu kali dapat diterima hanya dengan alasan adanya dua putusan yang saling bertentangan
Tenggang waktu: 180 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap atau sejak ditemukan bukti baru
Kasasi demi Kepentingan Hukum
Kasasi demi kepentingan hukum merupakan upaya hukum luar biasa yang hanya dapat diajukan satu kali oleh Jaksa Agung terhadap semua putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang tidak diajukan kasasi atau banding. Upaya hukum ini bertujuan untuk kepentingan hukum dan tidak menguntungkan atau merugikan terpidana.
Penutup
Upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa merupakan instrumen dalam sistem peradilan Indonesia untuk menegakkan asas keadilan, kepastian hukum, dan kontrol yudisial. Masing-masing jalur memiliki syarat formal, prosedur pengajuan, serta tenggat waktu yang ketat. Bersama-sama, mekanisme ini memberikan kesempatan kepada pihak berperkara untuk memperbaiki kekeliruan dan memastikan putusan yang benar-benar adil sebelum putusan menjadi berkekuatan hukum tetap.
Referensi
Hasan Basri. Perlindungan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Berdasarkan Sistem Peradilan Pidana Indonesia. SIGn Jurnal Hukum 2 (2), Maret 2021.
Herziening Indonesisch Reglement (HIR).
Syahrul Sitorus. Upaya Hukum dalam Perkara Perdata (Verzet, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali dan Derden Verzet). Jurnal Hikmah 15 (1), 2018.
UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Wetboek van Burgerlijke Rechtsvordering (Rv).