Pidana Kerja Sosial: Terobosan Hukum Pidana Modern di Indonesia

PIDANA

Insyirah Fatihah Hidayat

7/20/20254 min read

Pendahuluan

Pidana kerja sosial (PKS) tengah menjadi sorotan sebagai salah satu inovasi penting dalam pembaruan hukum pidana di Indonesia. Konsep ini menawarkan alternatif terhadap pidana penjara yang selama ini menjadi sanksi dominan, sekaligus diharapkan mampu mengatasi permasalahan overcrowding di lembaga pemasyarakatan. Artikel ini akan mengulas secara komprehensif mengenai PKS, mulai dari definisi dan jenisnya, efektivitas penerapannya di negara lain, hingga usulan untuk implementasi di Indonesia.

Pembahasan

Definisi dan Jenis Pidana Kerja Sosial

Pidana kerja sosial adalah jenis pidana pokok baru yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, sebagaimana termaktub dalam Pasal 65 ayat (1) huruf e. PKS didefinisikan sebagai pelaksanaan pekerjaan tertentu oleh terpidana di masyarakat tanpa mendapatkan upah, berdasarkan persyaratan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Esensinya, PKS merupakan bentuk pembinaan yang tidak bersifat komersial, di mana terpidana tidak menerima upah atas pekerjaannya karena sifatnya sebagai hukuman.

Secara umum, PKS dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. Dalam praktiknya, PKS dapat dilakukan di berbagai lembaga sosial seperti rumah sakit, panti asuhan, panti lansia, sekolah, atau lembaga-lembaga sosial lainnya yang sedapat mungkin disesuaikan dengan profesi, keahlian, dan keterampilan terpidana. Berdasarkan Pasal 85 ayat (4), pidana kerja sosial dijatuhkan paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 240 (dua ratus empat puluh) jam. Lebih lanjut, dengan rincian bahwa pidana kerja sosial dilaksanakan paling lama 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) Hari dan dapat diangsur dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan/ atau kegiatan lain yang bermanfaat.

PKS muncul sebagai alternatif pidana penjara jangka pendek dan pidana denda yang ringan. Hal ini sejalan dengan pandangan Muladi yang menyebut PKS sebagai salah satu alternatif yang ditawarkan, bahkan telah berkembang dengan baik di berbagai negara di Eropa. PKS juga dikenal dengan istilah community service order, community punishment order, atau community service di beberapa negara.

Efektivitas Penerapan di Negara Lain

Gagasan PKS lahir dari kritik terhadap eksistensi dan efektivitas pidana penjara jangka pendek. Pidana penjara jangka pendek dinilai memiliki semua kelemahan pidana penjara namun tanpa aspek positifnya, serta secara pedagogis sia-sia dan merugikan terpidana. Kondisi overcrowding di lembaga pemasyarakatan juga menjadi alasan kuat untuk mencari alternatif.

Beberapa negara telah menerapkan PKS dengan berbagai tingkat keberhasilan:

  1. Inggris: Community Service Order (CSO) telah diperkenalkan sejak tahun 1972 dan mengalami peningkatan penggunaan secara permanen. CSO dianggap menggabungkan unsur pidana dan reparasi, menjadikannya menarik dalam spektrum hukum pidana. Meskipun demikian, pelaksanaannya menghadapi kesulitan terkait pelaku yang gagal bekerja atau yang menganggapnya sebagai kerja paksa.

  2. Australia: Community service diperkenalkan pada tahun 1972 sebagai alternatif pidana penjara, dan di sebagian besar yurisdiksi, kini menjadi pidana yang berdiri sendiri.

  3. Belanda: CSO diberlakukan sejak 1 Desember 1989 sebagai alternatif bagi hakim yang akan menjatuhkan pidana penjara tidak lebih dari 6 bulan. Persetujuan terdakwa menjadi syarat mutlak untuk menghindari anggapan kerja paksa.

  4. Bosnia dan Herzegovina: Pasal 43 Criminal Code mengatur penggantian pidana penjara tidak lebih dari 6 bulan dengan Community Service, dengan persetujuan terdakwa.

  5. Perancis: Criminal Code Perancis memungkinkan pengadilan menjatuhkan community service sebagai alternatif pidana penjara, dengan durasi 40 hingga 210 jam tanpa dibayar.

  6. Georgia: Community Service Order (CSO) di Northern District of Georgia terbukti membangun kepercayaan antara pelaku dan masyarakat, serta menyelamatkan wajib pajak dari biaya penjara.

  7. Singapura: Community service diperkenalkan sebagai persyaratan percobaan dan dapat dijatuhkan sebagai perintah pengadilan yang berdiri sendiri.

  8. Rusia: CSO berlangsung 60 hingga 240 jam, dengan batasan maksimal 4 jam sehari, dan tidak berlaku untuk orang cacat, wanita hamil, wanita dengan anak di bawah 8 tahun, serta wajib militer dan anggota militer berpangkat prajurit dan sersan.

Meskipun banyak negara telah menerapkan PKS dan dinilai efektif, beberapa di antaranya masih menghadapi kendala, seperti terpidana yang tidak menyelesaikan PKS atau masalah ketidakhadiran.

Pembaruan hukum pidana dengan memasukkan PKS sejalan dengan prinsip keadilan restoratif, yang menekankan pemulihan kondisi dan bukan semata-mata pembalasan. UU No. 1 Tahun 2023 telah mencerminkan semangat keadilan restoratif dengan merumuskan tujuan pemidanaan untuk menyelesaikan konflik, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat, sekaligus menolak konsep pemidanaan yang merendahkan martabat manusia.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

Namun, dalam proses implementasi PKS di Indonesia, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dan membutuhkan partisipasi seluruh pihak:

  1. Kepastian Hukum dan Peraturan Pelaksana: Meskipun PKS diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, peraturan pelaksanaannya belum ada. Pasal 621 UU tersebut menyatakan bahwa peraturan pelaksanaan harus ditetapkan paling lama 2 tahun sejak diundangkan, yaitu pada September 2025. Urgensi pembentukan peraturan ini sangat tinggi untuk sosialisasi dan kesiapan pelaksanaan KUHP baru.

  2. Anggaran Biaya dan Pengawasan: Pelaksanaan PKS memerlukan anggaran yang cukup besar, terutama untuk pengawasan yang akan dibebankan kepada jaksa. Pengawasan yang ketat dan intensif diperlukan mengingat terpidana pernah melakukan tindak pidana. Pemerintah perlu menyiapkan anggaran dan pelatihan bagi jaksa pengawas.

  3. Penempatan Narapidana: Meskipun narapidana PKS akan dipulangkan ke rumah masing-masing setelah menyelesaikan pekerjaan sosial, perlu ada kepastian bahwa terpidana tidak melarikan diri atau tetap datang bekerja.

  4. Uji Publik dan Penerimaan Masyarakat: PKS sebagai sanksi pidana baru memerlukan uji publik untuk mengetahui penerimaan masyarakat, mengingat masih adanya stigma terhadap narapidana.

Penutup

PKS merupakan solusi potensial untuk masalah overcrowding penjara di Indonesia. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada kesiapan pemerintah dalam menyusun peraturan pelaksana yang jelas, alokasi anggaran yang memadai, sistem pengawasan yang efektif, serta partisipasi aktif dari masyarakat. Dengan demikian, PKS dapat mewujudkan tujuan pemidanaan yang tidak lagi berorientasi pada balas dendam, melainkan pada perbaikan pelaku kejahatan agar dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat.

Referensi

Lidya Suryani Widayati. Pidana Kerja Sosial sebagai Alternatif Pidana Penjara Jangka Pendek. Kajian Vol. 17 No. 4, Desember 2012.

Mahyudin Igo, Amiruddin, dan Ufran. Kebijakan Formulasi dalam RUU KUHP terhadap Pidana Kerja Sosial sebagai Alternatif Pidana Penjara

Muhammad Fatahillah Akbar. Pembaharuan Keadilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Jurnal Masalah-masalah Hukum Vol. 51 No. 2, April 2022.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Yosua Lamsar. Pidana Kerja Sosial, Apakah Sebuah Solusi Overcrowding Penjara?. Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia. URL: https://rechtsvinding.bphn.go.id/?page=artikel&berita=920. Diakses pada 13 Juli 2025.