Pewarisan Menurut KUH Perdata: Legitieme Portie
PERDATA


Pendahuluan
Meskipun pewaris memiliki kebebasan untuk menyatakan kehendaknya melalui wasiat, KUH Perdata memberikan pembatasan demi melindungi hak-hak ahli waris dalam garis lurus. Pembatasan ini dikenal sebagai Bagian Mutlak atau Legitieme portie (LP). Menurut Pasal 913 KUH Perdata, ini adalah bagian dari harta warisan yang dilindungi undang undang dan tidak dapat diganggu gugat oleh surat wasiat (testamen) sekalipun. Hak ini hanya dimiliki oleh ahli waris dalam garis lurus ke bawah (anak dan keturunannya) dan ke atas (orang tua, kakek/nenek).
Pembahasan
Definisi dan Dasar Hukum
Konsep legitieme portie diatur secara rinci dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), khususnya pada Pasal 913 hingga Pasal 929. Pasal 913 KUH Perdata secara tegas menyatakan:
"Legitieme portie atau bagian warisan menurut undang-undang ialah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut ketentuan undang-undang, yang terhadapnya si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat."
Dari pasal tersebut, jelas bahwa LP adalah hak absolut yang melekat pada ahli waris tertentu. Hak ini berfungsi sebagai koreksi atau pembatas atas kehendak bebas pewaris, demi memastikan keadilan dan perlindungan bagi keluarga terdekatnya. Ahli waris yang memiliki hak atas LP disebut sebagai legitimaris.
Siapa Saja yang Berhak (Legitimaris)?
Tidak semua ahli waris berstatus sebagai legitimaris. Menurut KUH Perdata, yang berhak atas legitieme portie adalah:
Ahli Waris Garis Lurus ke Bawah: Ini adalah prioritas utama, yaitu anak-anak yang sah dan keturunannya (cucu, cicit, dst.). Jika seorang anak telah meninggal dunia lebih dulu dari pewaris, maka hak LP-nya akan turun kepada anaknya (cucu pewaris) melalui mekanisme penggantian tempat (plaatsvervulling).
Ahli Waris Garis Lurus ke Atas: Orang tua (ayah dan ibu) dan kakek/nenek pewaris. Namun, mereka baru berhak menjadi legitimaris jika pewaris tidak meninggalkan keturunan (ahli waris garis lurus ke bawah).
Penting untuk dicatat bahwa pasangan hidup (suami/istri) dan saudara kandung pewaris bukanlah legitimaris. Artinya, seorang pewaris bisa saja tidak memberikan warisan sama sekali kepada pasangan atau saudaranya melalui wasiat.
Perhitungan Legitieme Portie
Berdasarkan Pasal 914 KUH Perdata, besaran legitieme portie dihitung berdasarkan bagian yang seharusnya diterima oleh legitimaris seandainya tidak ada surat wasiat (pembagian waris ab intestato). Rumusnya adalah sebagai berikut:
Untuk satu orang anak: LP-nya adalah 1/2 dari bagian ab intestato.
Untuk dua orang anak: LP masing-masing adalah 2/3 dari bagian ab intestato.
Untuk tiga orang anak atau lebih: LP masing-masing adalah 3/4 dari bagian ab intestato.
Untuk ahli waris garis lurus ke atas (orang tua): LP-nya selalu 1/2 dari bagian ab intestato.
Sebagai contoh sederhana: Seorang ayah meninggal dunia dengan meninggalkan dua orang anak dan harta warisan bersih Rp 1 miliar. Tanpa wasiat, masing-masing anak berhak atas Rp 500 juta. Jika sang ayah membuat wasiat yang hanya memberikan warisan pada satu anak, maka anak yang tidak diberi warisan tetap berhak menuntut legitieme portie-nya. Besaran LP-nya adalah 2/3 X Rp 500 juta = Rp333,33 juta.
Untuk memenuhi hak tersebut, wasiat atau hibah yang melanggar LP dapat "dipotong" atau dikurangi atau dituntut pembatalannya melalui proses yang disebut inkorting oleh legitimaris.
Penutup
Legitieme portie adalah hak mutlak bagi ahli waris garis lurus yang tidak dapat dihapuskan oleh surat wasiat sekalipun. Konsep ini berfungsi sebagai penyeimbang, membatasi kebebasan pewaris demi melindungi hak keperdataan keluarga intinya. Dengan menjamin bagian minimum bagi para legitimaris, hukum mencegah terjadinya kesewenang-wenangan dalam pembagian harta peninggalan.
Referensi
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesiƫ).
Subekti, R. (2003). Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.
Pitlo, A. (1986). Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda. Terjemahan M.I. Asikin. Jakarta: Intermasa.