Perbuatan Hukum, Peristiwa Hukum, Hubungan Hukum, dan Akibat Hukum

ILMU HUKUM

Insyirah Fatihah Hidayat

8/27/20256 min read

Pendahuluan

Hukum dalam praktiknya bukanlah sekadar seperangkat kaidah, melainkan sistem dinamis yang berinteraksi langsung dengan kehidupan sosial masyarakat. Sistem ini bereaksi dan memberikan konsekuensi terhadap segala kejadian yang terjadi, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Untuk memahami mekanisme kerja sistem hukum secara holistik, perlu untuk menguasai empat hal yang saling terhubung: peristiwa hukum (rechtsfeit), perbuatan hukum (rechtshandeling), hubungan hukum (rechtsbetrekking), dan akibat hukum (rechtsgevolg).

Pembahasan

Peristiwa Hukum

Peristiwa hukum, atau rechtsfeit, adalah setiap kejadian di masyarakat yang konsekuensinya diatur oleh hukum. Peristiwa ini berfungsi sebagai pemicu atau gerbang awal yang menggerakkan suatu peraturan hukum tertentu, sehingga ketentuan-ketentuan di dalamnya menjadi aktif dan relevan. Tidak semua peristiwa dalam kehidupan sehari-hari dapat diklasifikasikan sebagai peristiwa hukum. Menurut Peter Mahmud Marzuki, perlu dibedakan antara fakta biasa dan fakta hukum, di mana fakta hukum adalah fakta yang secara spesifik diatur oleh hukum dan memiliki potensi untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.

Peristiwa hukum dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama, yang membedakannya berdasarkan pemicu kejadiannya:

  • Peristiwa Hukum karena Perbuatan Subjek Hukum: Kategori ini mencakup semua tindakan yang dilakukan oleh subjek hukum—baik manusia (natuurlijke persoon) maupun badan hukum (rechtspersoon)—yang menimbulkan akibat hukum. Contoh paling umum dari kategori ini adalah perkawinan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi suami-istri, pembuatan surat wasiat, dan transaksi jual-beli barang yang melahirkan hak dan kewajiban di antara para pihak.

  • Peristiwa Hukum yang Bukan Perbuatan Subjek Hukum: Peristiwa ini terjadi tanpa adanya tindakan yang disengaja dari subjek hukum, tetapi tetap menimbulkan konsekuensi hukum tertentu. Contoh-contoh yang menonjol adalah kelahiran, yang secara otomatis melahirkan status hukum dan hak-hak sebagai warga negara , dan kematian, yang menggerakkan hukum waris dan menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dari harta peninggalan. Contoh lain adalah daluwarsa (kadaluarsa), yang dapat melenyapkan suatu kewajiban atau melahirkan hak baru.

Selain itu, peristiwa hukum juga dapat dilihat dari sifatnya, seperti peristiwa hukum individu yang hanya terjadi dari satu peristiwa tunggal (misalnya hibah) atau peristiwa hukum majemuk yang terdiri dari serangkaian peristiwa (misalnya jual-beli yang mencakup negosiasi, pengiriman, dan pembayaran).

Perbuatan Hukum

Perbuatan hukum adalah sub-kategori spesifik dari peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum. Ciri pembedanya adalah adanya "kehendak" atau "pernyataan kehendak" (wilsverklaring) dari pelaku untuk menciptakan akibat hukum. Dengan kata lain, perbuatan hukum adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan untuk menghasilkan konsekuensi yang telah diatur oleh hukum. R. Soeroso menekankan bahwa kehendak adalah unsur pokok atau kunci dari perbuatan hukum. Perbuatan hukum sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, tergantung pada jumlah pihak yang terlibat dalam pernyataan kehendak:

  • Perbuatan Hukum Sepihak: Akibat hukumnya timbul dari kehendak satu pihak saja dan menimbulkan konsekuensi bagi dirinya sendiri. Contoh klasik dari perbuatan hukum sepihak adalah pembuatan surat wasiat, di mana akibat hukum (yaitu penentuan ahli waris) bergantung sepenuhnya pada kehendak pewasiat. Contoh lain adalah pemberian hibah atau donasi.

  • Perbuatan Hukum Bersegi Dua: Jenis ini memerlukan pernyataan kehendak dari dua pihak atau lebih, dan akan menciptakan hak dan kewajiban yang bersifat timbal-balik. Perjanjian, seperti jual-beli, sewa-menyewa, atau perjanjian lainnya, adalah contoh utama dari perbuatan hukum bersegi dua. Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Perbedaan Perbuatan Hukum vs. Perbuatan Melawan Hukum

Salah satu pemahaman yang sering keliru adalah membedakan antara perbuatan hukum dan perbuatan yang melanggar hukum, atau perbuatan melawan hukum (PMH). Perlu ditegaskan bahwa PMH merupakan jenis perbuatan yang bukan perbuatan hukum, meskipun keduanya sama-sama dilakukan oleh subjek hukum. Perbedaannya terletak pada unsur kehendak. Pada PMH, akibat hukum yang timbul (yaitu kewajiban untuk membayar ganti rugi) tidak dikehendaki oleh pelaku, melainkan dipaksakan oleh undang-undang sebagai konsekuensi dari perbuatannya.

PMH secara spesifik diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Berdasarkan pasal ini dan yurisprudensi yang berkembang, suatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai PMH jika memenuhi lima unsur esensial: adanya suatu perbuatan, perbuatan tersebut melawan hukum, adanya kesalahan dari pelaku, adanya kerugian bagi korban, dan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan dan kerugian.

  1. Kehendak Pelaku

    • Perbuatan Hukum: Akibat hukumnya dikehendaki oleh pelaku.

    • Perbuatan Melawan Hukum: Akibat hukumnya tidak dikehendaki oleh pelaku.

  2. Tujuan

    • Perbuatan Hukum: Menciptakan akibat hukum yang diinginkan (misalnya, perjanjian, wasiat).

    • Perbuatan Melawan Hukum: Menimbulkan kerugian yang melanggar hukum.

  3. Dasar Hukum

    • Perbuatan Hukum: Perjanjian (misalnya, Pasal 1313 KUH Perdata), Wasiat (misalnya, Pasal 875 KUH Perdata).

    • Perbuatan Melawan Hukum: Kewajiban ganti rugi (Pasal 1365 KUH Perdata).

  4. Konsekuensi Utama

    • Perbuatan Hukum: Timbulnya hak dan kewajiban.

    • Perbuatan Melawan Hukum: Lahirnya kewajiban ganti rugi atau sanksi.

  5. Contoh

    • Perbuatan Hukum: Jual-beli, sewa-menyewa, pembuatan wasiat.

    • Perbuatan Melawan Hukum: Penyerobotan tanah, pencemaran nama baik, perbuatan curang.

Frasa "melawan hukum" memiliki cakupan yang lebih luas dari sekadar melanggar undang-undang tertulis. Ia juga mencakup perbuatan yang bertentangan dengan hak subjektif orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, serta bertentangan dengan kesusilaan atau kepatutan dalam pergaulan masyarakat. Hal ini diperkuat oleh yurisprudensi, seperti putusan Mahkamah Agung yang mengategorikan pembatalan perjanjian secara sepihak sebagai PMH, meskipun mungkin tidak ada klausa yang secara eksplisit melarangnya dalam kontrak. Dengan demikian, PMH menjadi mekanisme penting dalam hukum perdata untuk menuntut pertanggungjawaban dan ganti rugi atas kerugian yang tidak diinginkan.

Hubungan Hukum

Hubungan hukum, atau rechtsbetrekking, adalah jalinan yang diatur oleh hukum dan terbentuk sebagai konsekuensi langsung dari suatu peristiwa hukum. Ini adalah sebuah hubungan antara dua atau lebih subjek hukum (orang atau badan hukum) yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban yang saling berhadapan satu sama lain. Tiga elemen pokok harus ada dalam suatu hubungan hukum, yaitu adanya subjek hukum, adanya objek hukum (benda atau hal yang menjadi fokus hubungan), dan adanya hak dan kewajiban bagi para pihak yang terlibat.

Sifat dan jenis hubungan hukum dapat bervariasi:

  • Hubungan Hukum Privat vs. Publik: Tergantung pada hakikatnya, hubungan hukum dapat bersifat privat (misalnya, antara dua individu dalam kontrak) atau publik (misalnya, antara individu dan negara dalam kasus hukum pidana).

  • Hubungan Hukum Bersegi Satu vs. Bersegi Dua: Klasifikasi ini didasarkan pada siapa yang memiliki hak dan kewajiban. Dalam hubungan bersegi satu, hanya satu pihak yang memiliki wewenang atau hak, sementara pihak lain hanya memiliki kewajiban. Sebaliknya, dalam hubungan bersegi dua, kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban timbal-balik, seperti dalam perjanjian jual-beli.

Akibat Hukum

Akibat hukum, atau rechtsgevolg, adalah konsekuensi yang timbul dari suatu peristiwa hukum yang telah diatur oleh undang-undang. Ini adalah hasil akhir yang tak terhindarkan dari seluruh rangkaian proses hukum. Wujud akibat hukum dapat bervariasi, tergantung pada jenis peristiwa yang mendahuluinya:

  • Lahir, Berubah, atau Lenyapnya Suatu Keadaan Hukum: Contoh paling jelas adalah ketika seseorang mencapai usia dewasa, yang secara hukum mengubah statusnya dari tidak cakap hukum menjadi cakap hukum. Sebaliknya, penetapan pengampuan oleh pengadilan dapat melenyapkan kecakapan hukum seseorang. Kelahiran sendiri, yang merupakan peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum, menimbulkan akibat hukum berupa penetapan status dan identitas anak.

  • Lahir, Berubah, atau Lenyapnya Suatu Hubungan Hukum: Peristiwa hukum seperti perjanjian jual-beli melahirkan hubungan hukum yang berisi hak dan kewajiban. Hubungan ini akan lenyap secara otomatis setelah hak dan kewajiban tersebut terpenuhi. Contoh lain, pernikahan menimbulkan hubungan hukum yang baru antara suami dan istri, dengan hak dan kewajiban yang terikat dalam hukum perkawinan.

  • Lahirnya Sanksi Hukum: Ini adalah akibat hukum yang paling umum dikenal, yaitu konsekuensi yang timbul dari pelanggaran terhadap hukum, baik perdata maupun pidana.

  • Sanksi Perdata: Muncul dalam kasus PMH atau wanprestasi. Contohnya, gugatan ganti rugi atas kerugian materiil dan imateriil dalam kasus sengketa tanah atau pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi akibat wanprestasi.

  • Sanksi Pidana: Merupakan konsekuensi dari pelanggaran yang diatur dalam hukum publik. Bentuknya dapat berupa hukuman pokok (penjara, denda, atau pidana mati) dan hukuman tambahan (pencabutan hak-hak tertentu). Contohnya, hukuman penjara untuk kasus pembunuhan atau pencemaran nama baik.

Menganyam Rantai Hukum

Keempat konsep ini tidak dapat dipahami secara terpisah. Mereka membentuk sebuah rantai sebab-akibat yang logis dan berkelanjutan. Rantai ini dimulai dengan peristiwa hukum yang menjadi pemicu, entah itu karena tindakan manusia (perbuatan hukum) atau kejadian alamiah. Peristiwa ini kemudian menciptakan hubungan hukum, sebuah jembatan yang mendefinisikan hak dan kewajiban para pihak yang terlibat. Terakhir, pemenuhan atau pelanggaran hak dan kewajiban dalam hubungan tersebut akan memicu lahirnya akibat hukum.

Peran kehendak manusia sangat sentral dalam rantai ini, terutama dalam ranah perdata. Seseorang yang secara sadar melakukan perbuatan hukum, seperti menandatangani kontrak jual-beli, secara otomatis memulai rantai ini. Akibatnya, timbul hubungan hukum di mana pembeli memiliki hak untuk menerima barang dan kewajiban untuk membayar, sementara penjual memiliki kewajiban menyerahkan barang dan hak untuk menerima pembayaran. Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya (misalnya wanprestasi), maka akan timbul akibat hukum berupa sanksi, seperti kewajiban membayar ganti rugi. Akibat hukum itu sendiri dapat menjadi peristiwa hukum baru yang menggerakkan rantai berikutnya, misalnya ketika putusan pengadilan yang mewajibkan pembayaran ganti rugi menjadi dasar untuk eksekusi.

Penutup

Pemahaman yang mendalam atas peristiwa hukum, perbuatan hukum, hubungan hukum, dan akibat hukum adalah fondasi mutlak bagi setiap individu yang berkecimpung dalam dunia hukum. Konsep-konsep ini menyediakan kerangka kerja analitis yang esensial untuk mengurai kompleksitas setiap kasus, baik perdata maupun pidana. Dengan mengidentifikasi pemicu (peristiwa hukum), menganalisis niat pelaku (perbuatan hukum), memetakan jalinan hak dan kewajiban yang ada (hubungan hukum), dan memprediksi konsekuensi yang mungkin timbul (akibat hukum), seorang profesional hukum dapat membangun argumen yang logis, koheren, dan beralasan.

Referensi

Dudu Duswara Machmudin. (2010). Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Refika Aditama.

Peter Mahmud Marzuki (2009). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana.

R. Soeroso (2007). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.