Perbedaan antara Penyelidikan dan Penyidikan

PIDANA

Insyirah Fatihah Hidayat

9/10/20255 min read

Pendahuluan

Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, proses penegakan hukum dimulai dengan dua tahapan yang sering kali menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat, yaitu penyelidikan dan penyidikan. Kedua istilah ini meskipun terdengar serupa, memiliki makna, fungsi, dan tujuan yang berbeda dalam kerangka Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penyelidikan merupakan tahap awal dalam rangkaian proses penegakan hukum yang bertujuan mengidentifikasi apakah suatu peristiwa yang dilaporkan benar-benar merupakan tindak pidana atau bukan. Sementara itu, penyidikan adalah tahap lanjutan yang dilakukan setelah diperoleh bukti permulaan yang cukup untuk mencari dan mengumpulkan bukti guna mengungkap tindak pidana serta menemukan pelakunya. Kedua tahapan ini memiliki peran dalam memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum.

Pembahasan

Penyelidikan

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 KUHAP, penyelidikan didefinisikan sebagai "serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini". Definisi ini menunjukkan bahwa penyelidikan berfungsi sebagai filter awal untuk memastikan apakah suatu peristiwa layak ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Penyelidikan pada hakikatnya merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan yang bertujuan mengumpulkan bukti permulaan atau bukti yang cukup agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Namun perlu dipahami bahwa penyelidikan bukanlah tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan, melainkan merupakan salah satu metode atau sub dari fungsi penyidikan yang mendahului tindakan-tindakan lain seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

Penyidikan

Menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidikan adalah "serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya". Definisi ini menunjukkan bahwa penyidikan memiliki tujuan yang lebih spesifik, yaitu mengungkap tindak pidana dan mengidentifikasi pelakunya.

Penyidikan dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan dengan tujuan mengumpulkan bukti lebih mendalam dan menentukan siapa yang bertanggung jawab atas tindak pidana tersebut. Proses ini melibatkan tindakan hukum yang lebih konkret dan memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat dibandingkan dengan tahap penyelidikan.

Tujuan dan Fungsi

  1. Tujuan Penyelidikan

    Tujuan utama penyelidikan adalah untuk menentukan apakah suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan. Penyelidik harus memastikan bahwa ada cukup alasan untuk menduga bahwa suatu tindak pidana telah terjadi sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya. Penyelidikan juga bertujuan untuk:

    • Mencari keterangan-keterangan dan bukti guna menentukan suatu peristiwa yang dilaporkan atau diadukan, apakah merupakan tindak pidana atau bukan

    • Melengkapi keterangan dan bukti-bukti yang telah diproses agar menjadi jelas sebelum dilakukan penindakan selanjutnya

    • Mempersiapkan pelaksanaan penindakan dan pemeriksaan

  2. Tujuan Penyidikan

    Penyidikan memiliki tujuan yang lebih spesifik, yaitu untuk menunjuk siapa yang telah melakukan kejahatan dan memberikan pembuktian-pembuktian mengenai permasalahan yang telah dilakukannya. Untuk mencapai maksud tersebut, penyidik akan menghimpun keterangan dengan fakta atau peristiwa-peristiwa tertentu. Tujuan penyidikan meliputi:

    • Mencari dan mengumpulkan bukti yang dapat meyakinkan bahwa perbuatan pidana benar-benar telah terjadi

    • Mengungkap informasi mengenai peristiwa yang diduga dilakukan oleh seseorang yang belum diketahui identitas pelakunya

    • Menjawab pertanyaan fundamental: tindak pidana apa yang telah dilakukan, kapan, dimana, dengan apa, bagaimana, mengapa, dan siapa pembuatnya

Pelaksana dan Kewenangan

  1. Penyelidik

    Berdasarkan Pasal 1 angka 4 KUHAP, penyelidik adalah "pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan". Hal ini menunjukkan bahwa penyelidikan hanya dapat dilakukan oleh anggota Polri, dan pada dasarnya semua anggota Polri memiliki kewenangan sebagai penyelidik.

    Wewenang penyelidik diatur dalam Pasal 5 KUHAP yang membagi kewenangan menjadi dua kategori:

    • Kewenangan karena jabatan:

      • Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana

      • Mencari keterangan dan barang bukti

      • Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri

      • Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

    • Kewenangan atas perintah penyidik:

      • Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan

      • Pemeriksaan dan penyitaan surat

      • Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

      • Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik

  2. Penyidik

    Menurut Pasal 1 angka 1 KUHAP, penyidik adalah "pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan". Ini menunjukkan bahwa penyidikan dapat dilakukan tidak hanya oleh Polri, tetapi juga oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang memiliki kewenangan khusus.

    Wewenang penyidik diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP yang mencakup:

    • Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana

    • Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian

    • Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka

    • Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan

    • Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat

    • Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

    • Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi

    • Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara

    • Mengadakan penghentian penyidikan

    • Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

Tahapan dan Proses

  1. Proses Penyelidikan

    Penyelidikan dilakukan berdasarkan beberapa sumber informasi:

    • Informasi atau laporan yang diterima maupun diketahui langsung oleh penyelidik/penyidik

    • Laporan polisi

    • Berita Acara pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)

    • Berita Acara pemeriksaan tersangka dan atau saksi

    Tahap penyelidikan ini penting untuk menentukan apakah peristiwa tersebut merupakan tindak pidana sehingga diperlukan tahap selanjutnya, yaitu penyidikan, ataukah dihentikan karena bukan tindak pidana. Jika dalam tahap penyelidikan ternyata peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana atau telah terjadi dekriminalisasi, maka penyelidik akan menghentikan proses dan tidak akan dilanjutkan ke tahap penyidikan.

  2. Proses Penyidikan

    Penyidikan dapat dimulai setelah diketahui bahwa suatu peristiwa merupakan tindak pidana. Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana Pasal 10 Ayat (1), kegiatan penyidikan tindak pidana terdiri atas:

    • Penyelidikan

    • Dimulainya penyidikan

    • Upaya paksa

    • Pemeriksaan

    • Penetapan tersangka

    • Penyerahan berkas perkara

    Penyidikan dimulai sesudah terjadinya tindak pidana untuk mendapatkan keterangan-keterangan yang komprehensif tentang berbagai aspek tindak pidana yang terjadi.

Hasil dan Dampak Hukum

  1. Hasil Penyelidikan

    Hasil dari penyelidikan adalah laporan awal atau laporan informasi yang menjadi dasar bagi dilanjutkannya penyidikan. Jika penyelidikan tidak menemukan bukti yang cukup bahwa telah terjadi tindak pidana, maka proses dihentikan tanpa perlu adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena belum memasuki tahap penyidikan formal.

  2. Hasil Penyidikan

    Hasil penyidikan berupa berkas perkara lengkap yang akan dilimpahkan ke jaksa untuk diteliti sebelum dilanjutkan ke penuntutan. Penyidikan dapat berakhir dengan beberapa kemungkinan:

    • Dilanjutkan ke penuntutan - jika ditemukan bukti yang cukup dan tersangka dapat diidentifikasi

    • Dihentikan dengan SP3 - berdasarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP, penyidikan dapat dihentikan karena:

      • Tidak terdapat cukup bukti

      • Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana

      • Penyidikan dihentikan demi hukum (tersangka meninggal dunia, perkara telah kadaluarsa, pengaduan dicabut untuk delik aduan, atau telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap)

Penerapan Asas Praduga Tak Bersalah

Baik dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan, penerapan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) merupakan prinsip fundamental yang harus dijunjung tinggi. Asas ini diatur dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke-3 huruf c yang menyatakan bahwa "Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap".

Dalam konteks penyelidikan dan penyidikan, penerapan asas ini berarti:

  • Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat

  • Tersangka harus dinilai sebagai subjek, bukan objek pemeriksaan

  • Yang diperiksa adalah perbuatan tindak pidana yang dilakukannya, bukan manusia tersangka

  • Pemeriksaan ditujukan ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan

  • Tersangka harus dianggap tidak bersalah sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap

Penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan dimulai semenjak seseorang ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka, lalu dilakukan penyidikan kepolisian, penuntutan kejaksaan, hingga pemeriksaan pengadilan. Salah satu contoh penerapan asas ini pada tahap penyidikan adalah pada saat dilakukan proses pemeriksaan terhadap tersangka dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), di mana penyidik harus jujur dan objektif, serta tidak boleh condong ke arah tendensius yang bisa menyudutkan tersangka.

Perbedaan Mendasar

Berdasarkan analisis komprehensif terhadap kedua tahapan tersebut, dapat diidentifikasi beberapa perbedaan mendasar:

  1. Dari Segi Tujuan:

    • Penyelidikan: Menentukan apakah peristiwa yang dilaporkan merupakan tindak pidana atau bukan

    • Penyidikan: Mengungkap tindak pidana dan menemukan tersangkanya

  2. Dari Segi Kewenangan:

    • Penyelidik: Memiliki wewenang terbatas, seperti meminta keterangan atau mengumpulkan informasi awal

    • Penyidik: Memiliki wewenang lebih luas, seperti melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan

  3. Dari Segi Hasil:

    • Penyelidikan: Menghasilkan laporan awal atau laporan informasi

    • Penyidikan: Menghasilkan berkas perkara lengkap

  4. Dari Segi Status Hukum:

    • Penyelidikan: Belum ada penetapan tersangka secara formal

    • Penyidikan: Sudah ada penetapan tersangka dengan bukti permulaan yang cukup

Penutup

Perbedaan antara penyelidikan dan penyidikan dalam sistem hukum pidana Indonesia memiliki implikasi yang sangat penting bagi penegakan hukum yang berkeadilan. Penyelidikan sebagai tahap awal berfungsi sebagai filter untuk menentukan apakah suatu peristiwa layak ditingkatkan ke tahap penyidikan, sementara penyidikan bertujuan untuk mengungkap tindak pidana dan menemukan pelakunya dengan bukti yang kuat.

Referensi

Abidin, Muh. Ciputra. Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Proses Pemeriksaan Tersangka Pelaku Tindak Pidana oleh Penyidik Polri. Jurnal Salam Presisi 1 (02), 2023.

Hamzah, Andi. 2009. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.

Harahap, M. Yahya. 2009. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP; Penyidikan Dan Penuntutan. Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.

Harun, M. Husein. 1991. Penyidik dan Penuntut dalam Proses Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.