Perbedaan antara Kejahatan dan Pelanggaran dalam Hukum Pidana
PIDANA


Pendahuluan
Dalam sistem hukum pidana, konsep "kejahatan" dan "pelanggaran" sering kali digunakan untuk mengklasifikasikan tindak pidana. Namun, terdapat perbedaan mendasar dari aspek yuridis dan sosiologis yang menjadikan keduanya memiliki konsekuensi hukum dan sosial yang berbeda.
Pembahasan
Kejahatan (Misdrijven)
Kejahatan adalah perbuatan yang secara intrinsik dianggap tercela dan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, bahkan sebelum diatur dalam undang-undang. Menurut Moeljatno, kejahatan disebut sebagai rechtsdelicten (delik hukum). Kejahatan sebagai delik hukum adalah perbuatan melawan hukum yang dianggap sebagai kejahatan meskipun belum tertulis dalam undang-undang, karena sudah dianggap melanggar prinsip keadilan dan ketertiban umum. Contohnya termasuk pembunuhan, pencurian, dan penganiayaan. Klasifikasi sebagai kejahatan biasanya didasarkan pada dampak merusak yang ditimbulkannya.
Dalam konteks hukum pidana Indonesia, kejahatan diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berjudul "Kejahatan" (Pasal 104-488). Contoh klasik dari kejahatan meliputi pembunuhan, perampokan, kejahatan terhadap negara, pencurian dengan kekerasan, pemerkosaan, korupsi, dan terorisme.
Ciri-ciri utama kejahatan meliputi:
Ancaman Hukuman Berat: Kejahatan umumnya diancam dengan pidana penjara dalam jangka waktu yang lama, bahkan seumur hidup, atau pidana mati. Selain itu, dapat pula disertai dengan denda yang besar.
Unsur Kesalahan (Mens Rea) Wajib: Untuk dapat dihukum atas suatu kejahatan, biasanya diperlukan adanya unsur kesengajaan (dolus) atau kelalaian berat (culpa lata). Artinya, pelaku harus memiliki niat jahat atau setidaknya sangat lalai dalam tindakannya.
Prosedur Hukum Kompleks: Penanganan kasus kejahatan memerlukan penyelidikan dan penyidikan yang mendalam, seringkali melibatkan bukti-bukti yang rumit dan saksi ahli. Proses persidangannya pun cenderung lebih formal dan memakan waktu lebih lama.
Implikasi Sosial Serius: Pelaku kejahatan seringkali menghadapi stigma sosial yang besar, kehilangan hak-hak tertentu (misalnya hak untuk memilih atau menduduki jabatan publik), dan kesulitan dalam reintegrasi ke masyarakat setelah menjalani hukuman.
Pelanggaran (Overtredingen)
Berbeda dengan kejahatan, pelanggaran adalah perbuatan pidana yang biasanya berkaitan dengan pelanggaran terhadap peraturan atau tata tertib yang bersifat administratif atau teknis dan sifatnya tidak seberat kejahatan. Meskipun tetap melanggar hukum, dampak dari pelanggaran cenderung lebih terbatas dan tidak mengancam secara langsung nilai-nilai fundamental masyarakat. Dengan istilah wetsdelict atau delik undang-undang, pelanggaran adalah suatu tindakan yang baru dianggap dapat dipidana setelah secara eksplisit diatur dalam perundang-undangan. Tanpa pengaturan tersebut, masyarakat umumnya tidak menyadari perbuatan tersebut sebagai pidana
Dalam KUHP Indonesia, pelanggaran diatur dalam Buku III yang berjudul "Pelanggaran" (Pasal 489-569). Contoh umum pelanggaran termasuk pelanggaran lalu lintas (misalnya tidak menggunakan helm, menerobos lampu merah), membuang sampah sembarangan, mengemis di tempat umum, masuk tanpa izin ke tanah orang lain, atau merokok di area terlarang.
Ciri-ciri utama pelanggaran meliputi:
Ancaman Hukuman Ringan: Sanksi untuk pelanggaran biasanya berupa denda yang relatif kecil, kurungan, atau pidana penjara paling lama beberapa bulan.
Unsur Kesalahan Tidak Selalu Wajib: Untuk beberapa jenis pelanggaran, unsur kesalahan tidak selalu menjadi prasyarat untuk dihukum. Cukup dengan terjadinya perbuatan yang dilarang, pelaku sudah dapat dikenakan sanksi (prinsip strict liability).
Prosedur Hukum Sederhana: Penanganan kasus pelanggaran cenderung lebih sederhana dan cepat. Seringkali, sanksi dapat dijatuhkan melalui tilang atau sidang cepat tanpa perlu penyelidikan mendalam.
Implikasi Sosial Ringan: Meskipun tetap tercatat dalam catatan hukum, pelanggaran tidak menimbulkan stigma sosial seberat kejahatan dan dampak terhadap hak-hak sipil pelaku relatif minim.
Perbedaan Kunci dan Implikasinya
Menurut R. Soesilo dan Moeljatno, perbedaan kejahatan dan pelanggaran selain terletak pada berat-ringannya ancaman pidana juga pada latar belakang sosiologisnya. Kejahatan menyentuh aspek keadilan sosial, sementara pelanggaran berkaitan dengan pelanggaran administratif atau norma teknis tertentu. Andi Hamzah menambahkan, kejahatan seringkali sudah dirasakan sebagai suatu penyimpangan yang patut dihukum oleh masyarakat meski belum tertulis dalam undang-undang. Sementara pelanggaran lebih menitikberatkan pada adanya aturan formal.
Dari segi kualitatif, kejahatan mengandung unsur onrecht, yaitu pelanggaran terhadap norma keadilan yang dirasakan oleh masyarakat. Sedangkan pelanggaran tidak memiliki unsur tersebut dan hanya dianggap melawan hukum karena adanya aturan tertulis. R. Soesilo menyatakan bahwa kejahatan merugikan masyarakat secara luas, sedangkan pelanggaran cenderung merugikan individu atau bersifat administratif.
Dalam percobaan dan pembuktian, percobaan melakukan kejahatan dapat dipidana, sedangkan percobaan melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana. Selain itu, dalam kejahatan diperlukan pembuktian yang lebih kompleks, sedangkan pelanggaran tidak selalu memerlukan pembuktian yang mendalam.
Dalam implikasi hukum, kejahatan memberikan konsekuensi hukum yang lebih berat, antara lain ancaman hukuman penjara dalam jangka waktu lama bahkan hukuman mati. Sedangkan pelanggaran umumnya diancam pidana ringan, kurungan jangka pendek, atau sekadar denda administrasi.
Penutup
Perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran tidak hanya terletak pada beratnya sanksi, tetapi juga pada sifat perbuatan, dampak sosial, dan cara pandang masyarakat terhadap tindakan tersebut. Perbedaan yang mendasar ini memastikan bahwa sanksi yang dijatuhkan proporsional dengan tingkat keseriusan perbuatan, menjaga keadilan, dan mencegah tumpang tindih dalam penanganan kasus.
Referensi
Andi Hamzah. (2009). Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Lamintang, P.A.F. (2009). Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Moeljatno. (2008). Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Soesilo. (1985). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal. Jakarta: Politeia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).