Mengenal Perseroan Terbatas (PT)
PERDATA


Pendahuluan
Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk badan usaha yang paling banyak dipilih oleh pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Sebagai badan hukum yang terpisah dari para pemiliknya, PT memiliki karakteristik khusus berupa pembatasan tanggung jawab (limited liability) dan pemisahan harta kekayaan antara perusahaan dengan pemegang saham (separate entity). Keunggulan ini menjadikan PT sebagai pilihan utama bagi pelaku usaha, mulai dari skala mikro hingga perusahaan multinasional.
Pengaturan mengenai PT di Indonesia telah mengalami perubahan beberapa kali. Mulai dari pengaturan awal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), kemudian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, hingga Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berlaku saat ini. Perkembangan terbaru adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah beberapa ketentuan mendasar dalam UUPT, termasuk pengenalan konsep PT Perorangan.
Pembahasan
Definisi dan Karakteristik Perseroan Terbatas
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Cipta Kerja, Perseroan Terbatas didefinisikan sebagai:
"badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil."
Definisi ini mencerminkan perluasan konsep PT yang semula hanya berupa persekutuan modal menjadi termasuk pula badan hukum perorangan. Karakteristik utama PT meliputi:
Status sebagai badan hukum - PT memiliki kedudukan hukum yang terpisah dari para pendiri dan pemegang sahamnya
Pembatasan tanggung jawab (limited liability) - Pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas saham yang dimilikinya
Modal terbagi dalam saham - Modal dasar PT seluruhnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan
Kelangsungan hidup yang terpisah - Keberadaan PT tidak tergantung pada kehidupan pemegang saham
Perkembangan Regulasi PT Pasca UU Cipta Kerja
Undang-Undang Cipta Kerja membawa perubahan mendasar dalam pengaturan PT, yang diimplementasikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 Tahun 2021. Perubahan-perubahan penting tersebut meliputi:
Penghapusan Batas Minimal Modal Dasar
Pasal 32 UUPT yang semula menetapkan modal dasar minimal Rp50 juta telah diubah, sehingga besaran modal dasar PT kini ditentukan berdasarkan keputusan pendiri perseroan. Ketentuan ini memberikan kemudahan bagi pengusaha pemula untuk mendirikan PT.
Pengenalan Konsep PT Perorangan
Inovasi terpenting adalah diperkenalkannya konsep PT Perorangan yang dapat didirikan oleh satu orang untuk usaha mikro dan kecil. PT Perorangan memiliki karakteristik:
Didirikan oleh satu orang WNI berusia minimal 17 tahun
Modal usaha maksimal Rp5 milia
Tidak memerlukan akta notaris, cukup pernyataan pendirian elektronik
Pendirian melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH)
Perubahan Proses Memperoleh Status Badan Hukum
Sebelumnya, PT memperoleh status badan hukum setelah mendapat pengesahan dari Menteri. Kini, status badan hukum diperoleh setelah terdaftar dan memperoleh bukti pendaftaran dari Menteri, sehingga mempercepat proses legalisasi.
Struktur Organisasi dan Organ Perseroan
PT memiliki struktur organisasi yang terdiri dari tiga organ utama:
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS merupakan organ tertinggi PT yang memiliki wewenang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris. Kewenangan RUPS meliputi:
Perubahan anggaran dasar
Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris
Pengesahan laporan keuangan tahunan
Pembagian laba dan dividen
Penggabungan, peleburan, atau pembubaran PT
Direksi
Direksi adalah organ yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan PT dan mewakili PT baik di dalam maupun di luar pengadilan. Tugas dan wewenang Direksi mencakup:
Menjalankan operasional perusahaan sehari-hari
Menyusun rencana kerja dan anggaran Perusahaan
Melaporkan pertanggungjawaban kepada RUPS
Mewakili PT dalam hubungan dengan pihak ketiga
Dewan Komisaris
Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus serta memberi nasihat kepada Direksi. Fungsi utamanya adalah:
Mengawasi kebijakan pengurusan PT oleh Direksi
Memberikan nasihat kepada Direksi
Memastikan pelaksanaan good corporate governance
Modal dan Saham dalam PT
Modal PT terdiri dari tiga jenis:
Modal Dasar
Modal dasar adalah total nilai nominal saham yang dapat diterbitkan PT sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar. Besarannya ditentukan berdasarkan kesepakatan pendiri, tanpa batas minimal kecuali untuk jenis usaha tertentu yang diatur regulasi sektoral.
Modal Ditempatkan
Modal ditempatkan adalah jumlah saham dari modal dasar yang telah diambil atau disanggupi untuk dimiliki pemegang saham. Minimal 25% dari modal dasar harus ditempatkan saat pendirian PT.
Modal Disetor
Modal disetor adalah bagian modal ditempatkan yang telah dibayar penuh oleh pemegang saham. Seluruh modal ditempatkan harus disetor penuh saat pendirian dan dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL)
PT memiliki kewajiban melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR). Berdasarkan Pasal 74 UUPT, PT yang menjalankan kegiatan usaha di bidang sumber daya alam wajib melaksanakan TJSL. Namun PP Nomor 47 Tahun 2012 memperluas kewajiban ini kepada seluruh perseroan.
TJSL didefinisikan sebagai "komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya".
Implementasi TJSL meliputi empat bidang utama:
Lingkungan hidup - Konservasi dan pelestarian lingkungan
Ketenagakerjaan - Kesehatan, keselamatan kerja, dan pengembangan karyawan
Sosial kemasyarakatan - Program pemberdayaan masyarakat sekitar
Tanggung jawab konsumen - Produk dan layanan berkualitas
Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan
UUPT mengatur tiga bentuk restrukturisasi perusahaan:
Penggabungan (Merger)
Penggabungan adalah perbuatan hukum oleh satu PT atau lebih untuk menggabungkan diri dengan PT lain yang telah ada, sehingga aktiva dan pasiva PT yang menggabungkan diri beralih kepada PT penerima penggabungan.
Prosedur penggabungan meliputi:
Penyusunan rancangan penggabungan oleh Direksi
Persetujuan RUPS dengan kuorum minimal 3/4 dari saham dengan hak suara
Pembuatan akta penggabungan di hadapan notaris
Permohonan persetujuan kepada Menteri
Pengumuman hasil penggabungan di surat kabar
Peleburan (Konsolidasi)
Peleburan adalah perbuatan hukum oleh dua PT atau lebih untuk meleburkan diri dengan mendirikan PT baru yang memperoleh aktiva dan pasiva dari PT yang meleburkan diri.
Pengambilalihan (Akuisisi)
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum untuk mengambilalih saham PT yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas PT tersebut.
Pembubaran dan Likuidasi PT
Pembubaran PT dapat terjadi karena berbagai sebab sebagaimana diatur dalam Pasal 142 UUPT:
Keputusan RUPS
Jangka waktu berdirinya PT berakhir
Penetapan pengadilan
Dicabutnya kepailitan dengan harta pailit tidak cukup melunasi utang
Harta pailit dalam keadaan insolvensi
Dicabutnya izin usaha
Setiap pembubaran PT harus diikuti dengan likuidasi, termasuk PT yang tidak pernah melakukan kegiatan usaha. Proses likuidasi dilakukan oleh likuidator dan meliputi:
Pengurusan dan pemberesan aktiva dan pasiva PT
Pengumuman pembubaran dalam surat kabar dan berita negara
Pemberitahuan kepada Menteri
Pelunasan kewajiban kepada kreditor
Pembagian sisa hasil likuidasi kepada pemegang saham
Kewajiban Pelaporan dan Audit
Laporan Keuangan
PT wajib menyusun laporan keuangan tahunan yang memuat:
Neraca akhir tahun buku
Laporan laba rugi
Laporan arus kas
Laporan perubahan ekuitas
Catatan atas laporan keuangan
Kewajiban Audit
Berdasarkan Pasal 68 UUPT, laporan keuangan PT wajib diaudit oleh akuntan publik jika:
PT melakukan kegiatan usaha yang mewajibkan audit berdasarkan peraturan perundang-undangan
PT memiliki aset atau omzet minimal Rp50 miliar
PT merupakan perusahaan terbuka (Tbk)
PT yang tidak melaksanakan kewajiban audit dapat menghadapi sanksi berupa penolakan laporan keuangan, gugatan pemegang saham, hingga tanggung jawab pribadi Direksi.
Dampak dari Implementasi Regulasi UU Cipta
Perubahan regulasi PT pasca UU Cipta Kerja memberikan dampak signifikan:
Kemudahan berusaha
Penghapusan modal minimal memudahkan pengusaha pemula
Proses pendirian lebih cepat dan efisien
Biaya pendirian PT Perorangan lebih terjangkau
Peningkatan Inklusi Keuangan
PT Perorangan memberikan akses badan hukum bagi UMKM
Pemisahan kekayaan pribadi dan perusahaan
Kemudahan memperoleh pembiayaan dari perbankan
Penutup
Perseroan Terbatas (PT) merupakan pilihan bentuk usaha yang memberikan kepastian hukum, perlindungan aset pribadi, dan fleksibilitas dalam pengembangan bisnis. Dengan pembatasan tanggung jawab pemegang saham, PT memungkinkan pelaku usaha untuk mengelola risiko dengan lebih aman sekaligus menumbuhkan kepercayaan dari investor, mitra bisnis, dan lembaga keuangan. Perubahan regulasi pasca UU Cipta Kerja, termasuk penghapusan batas minimal modal dasar dan kemudahan mendirikan PT Perorangan, menjadi peluang besar bagi pelaku usaha, khususnya UMKM, untuk segera bertransformasi menjadi badan hukum yang resmi dan terdaftar.
Meski demikian, pendirian PT hanya langkah awal—pengelolaan yang profesional, kepatuhan terhadap peraturan, serta penerapan prinsip good corporate governance menjadi kunci keberlanjutan usaha. Pelaku usaha disarankan untuk memahami kewajiban pelaporan, pengelolaan modal, hingga tanggung jawab sosial perusahaan agar tidak hanya fokus pada keuntungan, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi karyawan, masyarakat, dan lingkungan. Dengan demikian, PT dapat menjadi instrumen strategis untuk membangun bisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, dan memberikan dampak positif jangka panjang.
Referensi
Firmanto, Zuhad Aji dan Suartini. Mewujudkan Perseroan Perseorangan bagi Usaha Mikro dan Kecil Menurut PP No.8 Tahun 2021. Jurnal Ilmu Hukum Humaniora Dan Politik 5 (1), 2024.
M. Yahya Harahap. (2013). Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil.
Pratama, Dian Putri dan Bambang Eko Turisno. Perubahan Pengaturan Pendirian Perseroan Terbatas Pasca Disahkan UU Cipta Kerja. Notarius 16 (3), 2023.
Rudhi Prasetya. (2016). Perseroan Terbatas: Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika.
Sastrawidjaja, Man S. dan Rai Mantili. (2008). Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang (WvK, UU No.1 Tahun 1995, UU No.40 tahun 2007). Bandung: Alumni.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.