Mengenal Lelang Menurut Hukum: Pengertian, Klasifikasi, Tahapan, Peran Para Pihak, dan Risalah Lelang

PERDATA

Insyirah Fatihah Hidayat

9/1/20256 min read

Pendahuluan

Lelang (auction) adalah mekanisme penjualan barang dan/atau hak dengan cara penawaran harga naik atau turun secara terbuka untuk mendapatkan penawar tertinggi/terendah yang memenuhi syarat. Di Indonesia, praktik lelang memiliki dasar historis kuat sejak era Vendu Reglement (Staatsblad 1908 No. 189) dan berkembang menjadi rezim modern yang terintegrasi dengan sistem elektronik DJKN Kementerian Keuangan. Posisi lelang sangat penting dalam praktik pembiayaan, eksekusi jaminan, pengelolaan aset negara/daerah, kepailitan, hingga penyelesaian piutang. Landasan normatif utamanya saat ini adalah PMK 122/PMK.06/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang beserta ketentuan sektoral lain seperti UU Hak Tanggungan dan UU Jaminan Fidusia.

Pembahasan

Pengertian Lelang

Lelang adalah proses penjualan barang dan/atau hak yang dilakukan secara terbuka kepada masyarakat dengan penawaran harga yang semakin meningkat (ascending bid) atau menurun (descending bid), untuk menentukan pemenang yaitu penawar yang memberikan harga tertinggi atau terendah sesuai ketentuan.

Di Indonesia, definisi lelang diatur secara resmi dalam Pasal 1 angka 1 PMK Nomor 122/PMK.06/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang menyatakan:

Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.”

Dengan kata lain, ciri utama lelang adalah:

  • Terbuka untuk umum → siapa pun yang memenuhi syarat dapat ikut.

  • Penawaran harga → dilakukan secara kompetitif, naik/turun.

  • Ada pengumuman resmi → sebagai bentuk transparansi.

  • Dilaksanakan oleh pejabat lelang → risalah lelangnya menjadi akta autentik yang sah secara hukum.

Lelang sebagai Instrumen Eksekusi Jaminan dan Penyelesaian Sengketa

  • Hak Tanggungan (HT). Kreditor pemegang HT dapat mengeksekusi objek jaminan melalui parate eksekusi—menjual melalui lelang—guna pelunasan piutang. Dasarnya Pasal 6 UU No. 4/1996 dan ketentuan pelaksanaannya di PMK 122/2023 (termasuk tata cara pemberitahuan rencana lelang kepada debitur, pengumuman, dan penetapan nilai limit).

  • Jaminan Fidusia. UU No. 42/1999 memungkinkan eksekusi objek fidusia melalui lelang. Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 menegaskan perlunya penegasan wanprestasi yang nyata sebelum pelaksanaan eksekusi parate—hal krusial bagi kreditor saat menentukan timing lelang.

  • Kepailitan dan PKPU. Dalam boedel pailit, kurator menjual aset debitur untuk pemberesan, lazimnya melalui lelang di KPKNL dengan mengacu pada UU 37/2004.

  • Benda sitaan pengadilan. Lelang objek sita eksekusi tunduk pada rezim peradilan perdata; pihak ketiga yang merasa haknya dirugikan dapat menggunakan derden verzet (perlawanan pihak ketiga) berdasar Pasal 378 Rv/HIR, sepanjang memenuhi syarat formil dan diajukan pada saat yang tepat.

Klasifikasi Lelang

Lelang dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama, yaitu lelang eksekusi dan lelang noneksekusi, yang memiliki perbedaan mendasar dari sisi tujuan dan dasar pelaksanaannya.

  1. Lelang Eksekusi

    Lelang eksekusi adalah lelang yang dilaksanakan untuk memenuhi putusan atau ketentuan hukum. Tujuan utamanya adalah sebagai langkah hukum untuk melunasi utang atau menegakkan suatu kewajiban finansial yang tidak dipenuhi oleh debitur. Oleh karena itu, lelang ini seringkali memiliki dasar hukum yang kuat, seperti putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, Sertifikat Hak Tanggungan, atau surat perintah dari instansi penegak hukum.

    Jenis-jenis lelang eksekusi meliputi:

    • Lelang Eksekusi Hak Tanggungan: Lelang ini dilakukan oleh bank atau kreditur lain atas aset yang dijaminkan oleh debitur yang mengalami wanprestasi. Lelang ini paling banyak dilaksanakan di Indonesia.

    • Lelang Eksekusi Pengadilan: Dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan yang memerintahkan penjualan aset untuk melunasi suatu kewajiban.

    • Lelang Eksekusi Barang Rampasan Negara: Terjadi atas permintaan kejaksaan untuk menjual barang-barang yang disita atau dirampas dari tindak pidana.

    • Lelang Eksekusi Piutang Negara: Lelang atas aset milik penanggung utang yang tidak dapat melunasi utangnya kepada negara.

  2. Lelang Noneksekusi

    Berbeda dengan lelang eksekusi, lelang noneksekusi tidak didasarkan pada perintah atau penetapan hukum, melainkan bersifat administratif dan sukarela. Tujuan utamanya adalah untuk penjualan aset atau pemindahtanganan barang, seperti dalam kasus pengelolaan kekayaan negara atau penjualan barang milik swasta.

    Lelang noneksekusi terbagi lagi menjadi dua subkategori:

    • Lelang Noneksekusi Wajib: Lelang yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, meskipun bukan dalam rangka eksekusi. Contohnya adalah lelang Barang Milik Negara (BMN) atau Barang Milik Daerah (BMD) yang sudah tidak terpakai.

    • Lelang Noneksekusi Sukarela: Lelang ini sepenuhnya atas inisiatif dari pemilik barang, baik perorangan maupun badan hukum swasta, yang ingin menjual asetnya melalui mekanisme lelang.

Prosedur Pelaksanaan Lelang

Pelaksanaan lelang di Indonesia, khususnya yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melalui KPKNL, mengikuti serangkaian tahapan yang sistematis dan terstruktur.

  1. Tahapan Pra-Lelang

    Proses lelang diawali dengan permohonan lelang yang diajukan secara tertulis oleh penjual kepada KPKNL. Dalam permohonan ini, penjual wajib melampirkan dokumen persyaratan yang relevan dan bertanggung jawab penuh atas keabsahan dokumen tersebut. Tanggung jawab ini mencakup legalitas formal objek dan subjek lelang, serta penguasaan fisik barang, terutama untuk barang bergerak. Setelah permohonan diajukan, KPKNL akan menetapkan jadwal dan tempat pelaksanaan lelang, yang harus berada dalam wilayah kerja KPKNL.

    Selanjutnya, penjual wajib melakukan pengumuman lelang untuk menarik peminat seluas-luasnya. Pengumuman ini harus memuat informasi penting seperti identitas penjual, jenis barang, nilai limit, serta waktu dan lokasi lelang. Pengumuman dapat dilakukan melalui media cetak (surat kabar) atau media elektronik. Bukti pengumuman ini kemudian diserahkan kepada Pejabat Lelang sebelum pelaksanaan.

  2. Tahapan Pelaksanaan Lelang

    Sejak diperkenalkannya sistem lelang daring (e-auction) melalui portal resmi lelang.go.id, tahapan ini menjadi lebih efisien. Calon peserta lelang wajib melakukan registrasi akun, melengkapi data diri, dan menyetor uang jaminan penawaran ke rekening virtual yang ditentukan. Uang jaminan ini menjadi syarat wajib untuk mengikuti lelang.

    Pada saat pelaksanaan, lelang dipimpin oleh seorang Pejabat Lelang yang memiliki kewenangan penuh. Penawaran dilakukan secara kompetitif, baik secara lisan maupun tertulis melalui aplikasi. Pemenang lelang adalah peserta yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan oleh Pejabat Lelang. Proses penawaran ini bersifat final dan tidak dapat dibatalkan oleh peserta.

  3. Tahapan Pasca-Lelang

    Pemenang lelang memiliki kewajiban untuk melunasi pembayaran pokok lelang dan bea lelang dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, biasanya lima hari kerja setelah pelaksanaan lelang. Jika pembeli tidak melunasi kewajibannya (wanprestasi), maka pengesahannya sebagai pemenang akan dibatalkan, uang jaminan yang telah disetorkan akan menjadi milik negara, dan namanya dapat dimasukkan dalam daftar hitam (blacklist) yang membatasi partisipasinya dalam lelang berikutnya.

    Setelah pembayaran lunas, Pejabat Lelang akan membuat Risalah Lelang sebagai bukti otentik dari seluruh proses lelang. Dokumen kepemilikan asli dan fisik objek lelang kemudian diserahkan kepada pemenang lelang sebagai tanda beralihnya hak kepemilikan.

Peran dan Tanggung Jawab Para Pihak

Keberhasilan dan kepastian hukum dalam lelang sangat bergantung pada peran dan tanggung jawab yang dijalankan oleh setiap pihak yang terlibat.

  1. Pejabat Lelang (KPKNL dan Swasta)

    Pejabat Lelang adalah pejabat umum yang diberikan wewenang khusus untuk melaksanakan lelang. Peran mereka sangat sentral dalam menjamin proses lelang berjalan secara adil, transparan, dan efisien.

    Tugas dan wewenang Pejabat Lelang, sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 124 Tahun 2023, mencakup:

    • Melakukan verifikasi administrasi dan legalitas subjek serta objek lelang. Pejabat Lelang berwenang menolak permohonan lelang jika terdapat keraguan atas kebenaran dokumen.

    • Memimpin pelaksanaan lelang, mengesahkan pemenang, dan membatalkan pengesahan pembeli yang wanprestasi.

    • Menyusun dan membuat Minuta Risalah Lelang yang berfungsi sebagai berita acara pelaksanaan lelang.

    Dalam konteks lelang eksekusi, terutama yang difasilitasi oleh KPKNL, Pejabat Lelang dan institusi KPKNL memiliki peran yang pasif. Mereka hanya akan menjalankan lelang setelah menerima permohonan yang memenuhi persyaratan legal formal dari pihak penjual. Sifat pasif ini merupakan titik kritis yang sering menjadi sumber sengketa, karena KPKNL hanya bertanggung jawab atas prosedur, sementara keabsahan substansial objek lelang (misalnya, status sengketa) tetap menjadi tanggung jawab penjual.

  2. Penjual/Pemohon Lelang

    Penjual adalah pihak yang berwenang mengajukan permohonan lelang. Tanggung jawab utama penjual adalah memastikan keabsahan kepemilikan, kelengkapan dokumen, dan penguasaan fisik atas barang yang dilelang.

    Hak dan kewajiban penjual meliputi:

    • Mengajukan permohonan lelang dan dapat mengusulkan cara penawaran lelang.

    • Bertanggung jawab penuh atas segala tuntutan ganti rugi yang timbul akibat ketidakabsahan barang atau dokumen.

    • Wajib hadir atau diwakilkan pada saat pelaksanaan lelang. Ketidakhadiran dapat menjadi alasan pembatalan lelang.

  3. Peserta dan Pemenang Lelang

    Peserta lelang adalah orang atau badan hukum yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti lelang. Mereka wajib menyetor uang jaminan dan mengajukan penawaran. Jika tidak memenangkan lelang, uang jaminan akan dikembalikan sepenuhnya tanpa potongan, kecuali biaya transfer antar bank. Sebaliknya, jika memenangkan lelang, mereka wajib melunasi pembayaran dalam batas waktu yang ditentukan.

    Konsekuensi bagi pembeli yang gagal melunasi pembayaran (wanprestasi) sangat serius. Mereka akan kehilangan uang jaminan dan data mereka akan dilaporkan ke DJKN, yang dapat mengakibatkan pembatasan untuk mengikuti lelang di seluruh Indonesia selama enam bulan.

Risalah Lelang sebagai Akta Otentik

Risalah Lelang merupakan berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang. Dokumen ini adalah akta otentik dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna di mata hukum. Kekuatan ini didasarkan pada Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mensyaratkan bahwa akta otentik dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang. Dalam konteks lelang, Pejabat Lelang adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta tersebut.

Struktur Risalah Lelang diatur dalam PMK Nomor 86 Tahun 2024 dan terdiri dari tiga bagian utama:

  • Bagian Kepala: Dibuat sebelum lelang dimulai, memuat informasi identitas Pejabat Lelang, penjual, dan lokasi lelang.

  • Bagian Badan: Dibuat selama lelang berlangsung, mencatat proses penawaran, jumlah barang yang ditawarkan, jumlah yang terjual, dan harga yang terbentuk.

  • Bagian Kaki: Dibuat setelah lelang ditutup, memuat tanda tangan Pejabat Lelang, penjual, dan pembeli sebagai validasi seluruh proses.

Dari Risalah Lelang yang asli (Minuta Risalah Lelang), dapat diterbitkan salinan-salinan yang sah, seperti Kutipan Risalah Lelang. Kutipan ini berfungsi sebagai akta jual beli dan menjadi bukti sah kepemilikan bagi pemenang lelang, yang dapat digunakan untuk proses balik nama aset, seperti sertifikat tanah.

Penutup

Lelang berfungsi sebagai jembatan antara kepentingan privat (pemilik, kreditor, pembeli) dan kepentingan publik (transparansi, kepastian hukum, penerimaan negara). Pembaruan regulasi—terutama PMK 122/2023 dan PMK 86/2024—memodernisasi tata kelola, memperjelas tanggung jawab para pihak, dan memantapkan Risalah Lelang sebagai akta autentik. Dengan disiplin pada prosedur dan dokumentasi, lelang menjadi sarana penyerahan hak yang efisien sekaligus minim sengketa.

Referensi

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.06/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Kementerian Keuangan RI (DJKN).

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.06/2024 tentang Pejabat Lelang dan Risalah Lelang, Kementerian Keuangan RI.

Vendu Reglement (Staatsblad 1908 No. 189) beserta perubahan, dimuat dalam bagian “Mengingat” PMK 122/2023.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (BPHN/JDIH).

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 (Mahkamah Konstitusi RI) terkait pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia.