Mengenal Hak Cipta
PERDATA
Insyirah Fatihah Hidayat
8/19/20254 min read


Pendahuluan
Hak cipta merupakan salah satu bentuk kekayaan intelektual yang paling fundamental dalam mendorong kreativitas dan inovasi. Sebagai hak eksklusif yang dimiliki pencipta atas karyanya, hak cipta memainkan peran strategis dalam pembangunan ekonomi kreatif dan perlindungan hukum terhadap karya-karya intelektual. Di Indonesia, perlindungan hak cipta telah mengalami perkembangan signifikan, terutama dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menggantikan peraturan sebelumnya.
Dalam konteks global yang semakin terhubung dan berkembangnya teknologi digital, tantangan perlindungan hak cipta menjadi semakin kompleks. Era digital telah mengubah lanskap distribusi dan penggunaan karya cipta, sehingga membutuhkan adaptasi hukum yang mampu mengakomodasi perkembangan teknologi sambil tetap memberikan perlindungan optimal bagi para pencipta.
Pembahasan
Definisi dan Konsep Hak Cipta
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hak cipta didefinisikan sebagai hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Prinsip deklaratif yang dianut dalam hukum hak cipta Indonesia berarti bahwa perlindungan hak cipta lahir secara otomatis atau langsung setelah ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata. Berbeda dengan hak kekayaan intelektual lain seperti paten atau merek yang menganut prinsip "first to file", hak cipta memberikan perlindungan langsung kepada pencipta tanpa memerlukan pendaftaran formal.
Jenis-Jenis Ciptaan yang Dilindungi
Undang-Undang Hak Cipta 2014 memberikan perlindungan yang luas terhadap berbagai jenis karya kreatif. Ciptaan yang dilindungi mencakup:
Karya dengan perlindungan seumur hidup ditambah 70 tahun:
Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya
Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya
Alat peraga untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim
Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, dan kolase
Karya arsitektur, peta, dan karya seni batik
Karya dengan perlindungan 50 tahun:
Karya fotografi dan potret
Karya sinematografi dan permainan video
Program komputer
Perwajahan karya tulis
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, dan modifikasi
Kompilasi ciptaan atau data
Karya dengan perlindungan 25 tahun:
Karya seni terapan
Hak Moral dan Hak Ekonomi
Hak cipta terdiri dari dua elemen utama: hak moral dan hak ekonomi. Berdasarkan Pasal 5 hingga Pasal 7 UU Hak Cipta 2014, hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta. Hak moral mencakup lima aspek:
Hak untuk tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan nama pada salinan ciptaan
Hak menggunakan nama alias atau samaran
Hak mengubah ciptaan sesuai kepatutan masyarakat
Hak mengubah judul dan anak judul ciptaan
Hak mempertahankan integritas karya dari distorsi, mutilasi, atau modifikasi yang merugikan
Hak ekonomi memberikan kewenangan kepada pencipta untuk memperoleh manfaat ekonomi dari karyanya melalui berbagai cara pemanfaatan komersial. Berbeda dengan hak moral yang bersifat abadi dan tidak dapat dialihkan, hak ekonomi dapat dialihkan atau dilisensikan kepada pihak lain.
Prinsip Automatic Protection dan Konvensi Internasional
Indonesia sebagai negara anggota Konvensi Bern sejak 5 September 1997 menganut prinsip automatic protection dalam perlindungan hak cipta. Konvensi Bern, yang pertama kali disepakati di Bern, Swiss pada tahun 1886, menetapkan tiga prinsip dasar perlindungan hak cipta internasional:
National Treatment: Memberikan perlindungan yang sama kepada karya dari negara anggota seperti perlindungan terhadap karya warga negaranya sendiri
Automatic Protection: Perlindungan diberikan secara langsung tanpa formalitas tertentu
Independence of Protection: Perlindungan tidak bergantung pada ada tidaknya perlindungan di negara asal pencipta
Selain Konvensi Bern, Indonesia juga terikat dengan perjanjian internasional lainnya seperti Konvensi Paris dan Madrid Protocol, yang memperkuat kerangka perlindungan kekayaan intelektual secara komprehensif.
Perkembangan Hukum di Era Digital
Perkembangan teknologi digital telah menimbulkan tantangan baru dalam penegakan hak cipta. Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM sedang melakukan revisi Undang-Undang Hak Cipta untuk mengakomodasi perkembangan era digital.
Revisi UU Hak Cipta yang saat ini sedang dibahas di DPR bertujuan untuk:
Memperkuat perlindungan hak cipta di era digital
Mengatur penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam penciptaan karya
Memperjelas tanggung jawab platform digital
Mengakomodasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-XXI/2023 yang memperluas definisi "tempat perdagangan" untuk mencakup platform digital
Putusan MK tersebut mengabulkan sebagian permohonan dan menyatakan Pasal 10 UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa pengelola tempat perdagangan dan/atau platform layanan digital berbasis User Generated Content (UGC) dilarang membiarkan penjualan, penayangan, dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta.
Peran DJKI dalam Perlindungan Hak Cipta
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) sebagai unsur pelaksana Kementerian Hukum dan HAM memiliki peran sentral dalam pengelolaan sistem hak cipta di Indonesia. DJKI menyelenggarakan berbagai fungsi strategis:
Perumusan dan pelaksanaan kebijakan perlindungan hukum kekayaan intelektual
Penyelesaian permohonan pendaftaran hak cipta
Penyidikan dan penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta
Kerja sama dan promosi kekayaan intelektual
Pengembangan teknologi informasi di bidang kekayaan intelektual
Pada tahun 2024, DJKI berhasil mencatatkan 150.217 permohonan hak cipta, menunjukkan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan karya kreatif. Sebagai komitmen terhadap pengembangan sektor kreatif, Kementerian Hukum telah mencanangkan tahun 2025 sebagai Tahun Tematik Hak Cipta dan Desain Industri.
Sanksi Pelanggaran Hak Cipta
Undang-Undang Hak Cipta 2014 mengatur sanksi pidana yang tegas terhadap pelanggaran hak cipta. Berdasarkan Pasal 112 dan 113, sanksi yang dapat dikenakan meliputi:
Pasal 112:
"Pelanggaran hak terkait untuk penggunaan komersial: penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp 300.000.000"
Pasal 113:
Ayat (1): "Pelanggaran hak ekonomi tertentu: penjara maksimal 1 tahun dan/atau denda maksimal Rp 100.000.000"
Ayat (2): "Pelanggaran hak ekonomi spesifik: penjara maksimal 3 tahun dan/atau denda maksimal Rp 500.000.000"
Ayat (3): "Pelanggaran hak ekonomi pencipta: penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp 1.000.000.000"
Ayat (4): "Pembajakan: penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 4.000.000.000"
Penegakan Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Penegakan hukum hak cipta di Indonesia menganut sistem delik aduan berdasarkan Pasal 120 UU Hak Cipta 2014. Mekanisme ini memerlukan aduan dari pihak yang dirugikan sebelum aparat penegak hukum dapat bertindak. Penegakan hukum melibatkan berbagai institusi:
Pemerintah: Kementerian Hukum dan HAM (DJKI) untuk aspek administratif
Kementerian Komunikasi dan Informatika: Penutupan konten digital yang melanggar hak cipta (Pasal 56)
Kepolisian: Penanganan tindak pidana hak cipta (Pasal 120)
Pengadilan Niaga: Penyelesaian sengketa perdata hak cipta
Selain jalur litigasi, tersedia pula mekanisme penyelesaian sengketa non-litigasi melalui mediasi dan arbitrase, yang dapat memberikan solusi lebih cepat dan efektif bagi para pihak.
Penutup
Hak cipta sebagai bagian integral dari sistem kekayaan intelektual memiliki peran dalam mendorong kreativitas dan inovasi di Indonesia. Dengan dasar hukum yang kuat melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Indonesia telah membangun kerangka perlindungan yang komprehensif bagi para pencipta.
Referensi
Falaah Saputra Siregar. (2024). Copyright and Trademark Law in Indonesia: A Comprehensive Guide. Corporate Secretarial. URL: https://cptcorporate.com/copyright-and-trademark-law-in-indonesia-a-comprehensive-guide/. Diakses pada 18 Agustus 2025.
Dina Nurusyifa. Prinsip Deklaratif Dalam Regulasi Hak Cipta Di Indonesia. UNES Law Review 6 (2), 2023.
MKRI. (2023). Ikhtisar Putusan Perkara Nomor 84/PUU-XXI/2023. URL: https://www.mkri.id/public/content/persidangan/sinopsis/ikhtisar_3640_2011_IKHTISAR%20PUTUSAN%2084_2023%20UU%20Hak%20Cipta%20(1).pdf.Diakses pada 18 Agustus 2025.
Oksidelfa Yanto. Konvensi Bern dan Perlindungan Hak Cipta. Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan 6 (1), 2016.
Freddy Harris, Daulat P. Silitonga, Agustinus Pardede, Laina Sumarlina Sitohang, dkk. (2020). Modul Kekayaan Intelektual Tingkat Dasar Bidang Hak Cipta. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.