Mengenal Fungsi Hukum
ILMU HUKUM


Pendahuluan
Hukum merupakan salah satu pilar penting yang menopang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Fungsinya tidak hanya sebatas mengatur perilaku manusia, tetapi juga menjadi alat untuk mendukung tercapainya tujuan-tujuan besar dalam masyarakat, seperti ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan. Pentingnya fungsi hukum bisa dipahami dengan melihat peran aktif maupun pasif yang dijalankan hukum di berbagai sistem hukum di dunia, baik Eropa Kontinental, Anglo-Saxon, Islam, Sosialis, maupun Adat. Sistem-sistem di dunia memiliki kesamaan dalam merumuskan pentingnya hukum berfungsi dengan baik, tepat, taat asas, dan akomodatif.
Pembahasan
Secara mendasar, fungsi hukum dibagi menjadi fungsi aktif dan fungsi pasif. Meskipun berbeda, keduanya berjalan secara bersamaan dan saling bersinergi dalam pelaksanaannya. Keberhasilan fungsi hukum sangat bergantung pada perumusan tujuan hukum itu sendiri. Lawrence M. Friedman mengelompokkan fungsi hukum menjadi tiga, yaitu fungsi pengawasan/pengendalian sosial (pasif), fungsi penyelesaian sengketa, dan fungsi hukum sebagai rekayasa sosial (aktif).
Berbagai Fungsi Hukum
Pada umumnya, fungsi hukum dikategorikan menjadi fungsi pasif dan aktif. Selain itu, terdapat juga perbedaan fungsi berdasarkan fungsi langsung dan tidak langsung.
Fungsi Hukum sebagai Sarana Pengendalian Sosial
Hukum berperan sebagai sarana pengendalian sosial, khususnya di bidang-bidang kehidupan masyarakat yang sensitif. Bernd Ruthers melihat hukum sebagai instrumen kekuasaan untuk menertibkan, mengatur, dan merekayasa perilaku masyarakat. Hukum yang efektif dan konsisten akan menciptakan kepastian hukum, sehingga masyarakat tahu perilaku mana yang sesuai atau bertentangan dengan hukum.
Achmad Ali menjelaskan fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial meliputi:
Menjalankan tingkah laku bersama dengan pranata sosial lainnya.
Berfungsi pasif, menyesuaikan diri dengan keadaan Masyarakat.
Dapat dijalankan oleh kekuasaan negara melalui hukum tertulis atau perundang-undangan.
Dapat dijalankan dari bawah oleh masyarakat melalui hukum tidak tertulis atau kebiasaan.
Fungsi Hukum sebagai Sarana Perubahan
Dalam masyarakat modern, hukum tidak hanya digunakan untuk mengukuhkan kebiasaan, tetapi juga untuk mengarahkan perubahan, menghapus kebiasaan yang tidak sesuai, dan menciptakan pola perilaku baru. Pandangan ini, yang disebut "law as a tool for social engineering", dikemukakan oleh Jeremy Bentham dan dikembangkan lebih lanjut oleh Roscoe Pound.
Mochtar Kusumaatmadja mengadaptasi pandangan Roscoe Pound dan lainnya ke dalam konteks sosial kultural Indonesia, menyatakan bahwa hukum memiliki dua fungsi: sebagai sarana pemeliharaan ketertiban masyarakat (menjamin kepastian dan ketertiban) dan sebagai sarana pembaharuan Masyarakat. Konsep ini menekankan pentingnya peraturan hukum tertulis dan tidak tertulis yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Roscoe Pound menguraikan tahapan penggunaan hukum sebagai alat rekayasa sosial, yaitu:
Mempelajari efek sosial nyata dari lembaga dan ajaran hukum.
Melakukan studi sosiologis untuk persiapan perundang-undangan, termasuk bagaimana aturan beroperasi dan dampaknya di masyarakat.
Mempelajari cara membuat peraturan hukum menjadi efektif.
Memperhatikan sejarah hukum, termasuk efek sosial yang ditimbulkan ajaran hukum di masa lalu.
Pentingnya penyelesaian individual secara rasional, memberikan kebebasan hakim dalam batas-batas tertentu.
Mengusahakan tercapainya tujuan hukum secara lebih efektif.
Fungsi Hukum sebagai Mekanisme Pengintegrasi
Hukum sebagai institusi sosial berperan dalam mengintegrasikan proses-proses dalam masyarakat. Hukum menerima masukan (input) dari bidang ekonomi, politik, dan budaya, mengolahnya menjadi keluaran (output) yang dikembalikan ke masyarakat. Konflik atau sengketa yang menjadi masukan akan diselesaikan oleh hukum, menciptakan struktur baru yang diintegrasikan kembali ke masyarakat.
Roscoe Pound menyebutkan tiga langkah dalam mengadili perkara:
Menemukan hukum, yaitu menentukan aturan hukum yang akan diterapkan.
Menafsirkan aturan atau kaidah yang dipilih.
Menerapkan aturan yang telah ditetapkan dan ditafsirkan pada kasus yang ditangani.
Fungsi Hukum sebagai Sarana Legitimasi Sosial
Friedrich Carl von Savigny berpandangan bahwa undang-undang bertujuan memberikan pengesahan (legitimasi) terhadap hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga undang-undang cenderung tertinggal dari perkembangan masyarakat. Contohnya adalah sistem noken di Papua dan syariat Islam di Aceh yang memperoleh legitimasi melalui putusan MK dan pemberlakuan resmi.
Fungsi Hukum sebagai Sarana Mempertahankan Kekuasaan
Pada masyarakat dengan sistem hukum represif atau pemerintahan otoriter, hukum seringkali berfungsi semata-mata untuk menjaga dan mempertahankan kekuasaan. Dalam kondisi tertentu, hukum dapat mewujudkan kepastian dan ketertiban masyarakat, namun hukum tidak boleh membiarkan kekuasaan menungganginya, karena hukum bertujuan memberikan pembatasan tingkah laku.
Fungsi Hukum sebagai Instrumen Kebijakan
Hukum sebagai sarana kebijakan merupakan fungsi aktif. Kebijakan (policy atau beleid) adalah produk hukum yang lebih konkret dan menyangkut aspek teknis ketika peraturan perundang-undangan kurang jelas. Contoh relevan adalah kebijakan pemerintah dalam penanganan COVID-19 melalui PERPU, PP, atau Keppres.
Implikasi kebijakan publik meliputi:
Merupakan penetapan tindakan pemerintah.
Harus dilaksanakan atau diimplementasikan secara nyata.
Harus memiliki tujuan dan dampak jangka panjang maupun pendek yang matang.
Bertujuan memenuhi kepentingan masyarakat.
Hukum dan kebijakan publik saling terkait. Pembentukan hukum dan formulasi kebijakan publik sama-sama berangkat dari realitas masyarakat dan berakhir pada penetapan solusi. Kebijakan publik membantu memenuhi kebutuhan kemapanan produk hukum. Penerapan hukum sangat bergantung pada kebijakan publik untuk mengaktualisasikan hukum di masyarakat, menerjemahkan langkah-langkah konkret dan efisien. Kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan hukum yang ada, melainkan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan hukum secara partisipatif dan memenuhi rasa keadilan.
Fungsi Hukum sebagai Sarana Mencegah Kemerosotan Moral
Untuk mewujudkan keadilan, hukum bersinergi dengan kaidah sosial lainnya (agama, moral, kesopanan) untuk menjaga moralitas individu, kelompok, masyarakat, hukum, dan institusi. Perilaku melanggar hukum berarti menjauhkan hukum dari nilai moralnya, dan sebaliknya, memperkuat nilai moral akan memberikan hukum legitimasi moral yang kuat. Moral individu dan aparat hukum yang baik dapat menutupi kelemahan aturan hukum, sedangkan moral yang buruk dapat merusak aturan yang sudah memadai. Perbaikan moral adalah instrumen preventif untuk mencegah pelanggaran hukum dan menentukan kualitas penegakan hukum serta terwujudnya keadilan.
Fungsi Hukum sebagai Sarana Mencegah Diskriminasi
Dalam menghadapi realitas diskriminasi dalam penegakan hukum, penting untuk memahami pandangan Lon Fuller tentang delapan standar moral hukum, yaitu:
Hukum harus dituangkan dalam aturan umum, tidak ad-hoc.
Harus dipublikasikan agar dapat diketahui pihak berkepentingan.
Diperuntukkan bagi peristiwa yang akan datang, bukan yang sudah lalu.
Harus dapat dipahami.
Tidak boleh saling bertentangan.
Tidak boleh memberi beban melebihi kemampuan yang diatur.
Tidak boleh sering berubah.
Pemerintah harus menaati aturan yang dibentuknya.
Fungsi Hukum sebagai Sarana Mengatasi Konflik
Austin T. Turk menyatakan bahwa siapa yang menguasai hukum berarti mengendalikan sumber daya hukum yang mengandung kekuasaan. Hukum dapat menjadi "senjata" dalam konflik sosial dan alat untuk memperoleh kemenangan dalam konflik. Agar berfungsi optimal, hukum memerlukan legitimasi atau pengakuan dari warga negara, yang bersumber dari pengakuan dan penerimaan bebas dari rakyat.
Hukum mengemban fungsi ekspresif, yaitu mengungkapkan pandangan hidup, nilai budaya, dan keadilan. Selain itu, hukum juga memiliki fungsi instrumental sebagai sarana menciptakan ketertiban, stabilitas, prediktabilitas, melestarikan nilai budaya, mewujudkan keadilan, pendidikan, pengadaban masyarakat, dan pembaruan masyarakat.
Lawrence M. Friedman menguraikan lima fungsi sistem hukum:
Mendistribusikan dan menjaga alokasi nilai-nilai yang benar menurut masyarakat.
Penyelesaian sengketa, menjadi tempat bagi orang untuk menyelesaikan konflik.
Kontrol sosial, memberlakukan peraturan mengenai perilaku yang benar.
Instrumen perubahan yang tertata baik (social engineering).
Menciptakan norma-norma itu sendiri, dan bahan mentah bagi kontrol sosial.
Fungsi Hukum dalam Perspektif Islam
Hukum Islam memiliki fungsi utama sebagai petunjuk bagi manusia (hudallinas) yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sebagai pranata sosial, hukum Islam memiliki dua fungsi:
Sebagai Kontrol Sosial (Social Control): Hukum Islam menjadi "cetak biru" Tuhan untuk merekayasa masyarakat agar mengikuti ajaran-Nya demi keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan dunia dan akhirat.
Sebagai Perubahan Sosial (Social Change): Hukum Islam adalah produk sejarah yang dalam batas tertentu berfungsi sebagai justifikasi terhadap tuntutan perubahan sosial, budaya, dan politik. Oleh karena itu, hukum Islam dituntut akomodatif terhadap persoalan umat tanpa kehilangan prinsip dasarnya. Upaya pembaruan hukum Islam melalui metode ijtihad (seperti Qiyas, Ihtisan, Istislah, dll.) menjadi penting untuk menjawab fungsi perubahan sosial dan mencegah kemandulan fungsi hukum Islam. Jika formulasi hukum Islam yang sudah usang dipaksakan, dikhawatirkan akan menimbulkan penentangan dan konflik.
Referensi
Irwansyah. (2021). Kajian Ilmu Hukum. Yogyakarta: Mirra Buana Media.