Jenis Delik dalam Hukum Pidana
PIDANA


Pendahuluan
Dalam sistem hukum pidana Indonesia, istilah “delik” berasal dari bahasa latin delictum, serta dikenal dalam istilah Belanda sebagai strafbaar feit. Secara umum, delik adalah suatu perbuatan atau kelakuan manusia yang dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan pidana. Dengan kata lain, delik merupakan tindakan yang melanggar hukum pidana dan dapat dikenakan sanksi. Delik merupakan inti dari hukum pidana, karena ia menentukan batas antara perilaku yang sah dan yang dapat dikenakan hukuman.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang atau tindak pidana. Moeljatno menegaskan bahwa delik adalah kelakuan manusia yang bertentangan dengan hukum, dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja, dan diancam oleh undang-undang dengan pidana. Kemudian, menurut C.S.T. Kansil, delik adalah perbuatan yang melanggar undang-undang dan dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam KUHP, delik disebut sebagai tindak pidana dan menjadi dasar penuntutan dalam proses hukum.
Pembahasan
Unsur-unsur Delik
Dalam ilmu hukum pidana, unsur delik dibedakan menjadi unsur objektif dan unsur subjektif:
Unsur objektif: Berupa tindakan yang nyata, akibat perbuatan, atau keadaan tertentu yang harus ada menurut rumusan delik.
Unsur subjektif: Meliputi kesengajaan (dolus), kealpaan (culpa), niat, dan motivasi yang mengiringi perbuatan.
Klasifikasi Delik dalam Hukum Pidana
Jenis-jenis delik dalam hukum pidana Indonesia sangat beragam, diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria berikut:
Delik Formil dan Delik Materiil
Delik Formil: Delik formil adalah delik yang perumusannya dalam undang-undang menekankan pada perbuatan itu sendiri, tanpa mempersoalkan akibat yang timbul dari perbuatan tersebut. Suatu tindak pidana dianggap selesai begitu perbuatan yang dilarang telah dilakukan, meskipun tidak ada kerugian nyata yang terjadi.
Contoh klasik dari delik formil adalah Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian. Seseorang telah melakukan pencurian begitu ia mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk memiliki, meskipun barang tersebut kemudian dikembalikan atau belum ada akibat nyata.
Delik Materiil: Berbeda dengan delik formil, delik materiil adalah delik yang perumusannya dalam undang-undang mensyaratkan timbulnya suatu akibat tertentu sebagai unsur penyelesaian tindak pidana. Tanpa adanya akibat tersebut, delik belum dianggap selesai.
Contoh paling jelas adalah Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Seseorang baru dapat dikatakan melakukan pembunuhan apabila perbuatannya menyebabkan matinya orang lain. Jika akibat kematian tidak terjadi, maka perbuatan tersebut mungkin hanya dikategorikan sebagai percobaan pembunuhan atau penganiayaan berat.
Delik Kejahatan dan Delik Pelanggaran
Delik Kejahatan (Misdrijven): Delik kejahatan adalah jenis tindak pidana yang lebih berat dan umumnya diatur dalam Buku II KUHP. Pelanggaran terhadap delik kejahatan diancam dengan pidana yang lebih serius, seperti pidana penjara atau pidana denda yang besar. Kejahatan dianggap sebagai perbuatan yang bertentangan dengan rasa keadilan dan kesusilaan masyarakat.
Contoh: Pembunuhan, perampokan, penggelapan, pemerkosaan.
Delik Pelanggaran (Overtredingen): Delik pelanggaran adalah jenis tindak pidana yang lebih ringan dan diatur dalam Buku III KUHP. Pelanggaran umumnya diancam dengan pidana denda atau pidana kurungan yang singkat. Pelanggaran dianggap sebagai perbuatan yang melanggar ketertiban umum atau peraturan administratif, namun tidak secara langsung merugikan hak-hak fundamental individu secara signifikan.
Contoh: Melanggar rambu lalu lintas, membuang sampah sembarangan, tidak memiliki izin mendirikan bangunan.
Delik Aduan dan Delik Biasa
Delik Aduan: Delik aduan adalah delik yang penuntutannya hanya dapat dilakukan apabila ada pengaduan atau laporan dari korban atau pihak yang dirugikan. Tanpa adanya aduan tersebut, penegak hukum tidak dapat memulai proses penyidikan dan penuntutan. Delik aduan dibagi lagi menjadi:
Delik Aduan Absolut: Pengaduan harus dilakukan terhadap peristiwa pidana itu sendiri. Contoh: Perzinaan (Pasal 284 KUHP).
Delik Aduan Relatif: Pengaduan hanya diperlukan jika pelaku memiliki hubungan khusus dengan korban, misalnya hubungan keluarga. Contoh: Pencurian antara suami istri (Pasal 367 KUHP).
Delik Biasa (Delik Umum): Delik biasa adalah delik yang penuntutannya dapat dilakukan tanpa adanya laporan atau pengaduan dari pihak korban. Proses hukum dapat dimulai oleh penegak hukum begitu mereka mengetahui adanya tindak pidana, demi kepentingan umum. Sebagian besar tindak pidana berat seperti pembunuhan, perampokan, dan korupsi termasuk dalam kategori ini.
Delik Umum dan Delik Khusus
Delik Umum: Delik umum adalah delik yang diatur dalam KUHP, yang berlaku umum bagi setiap orang dan setiap wilayah hukum Indonesia, sepanjang tidak diatur lain oleh undang-undang khusus. Delik ini mencakup tindak pidana terhadap nyawa, tubuh, kemerdekaan, harta benda, dan lain-lain.
Delik Khusus: Delik khusus adalah delik yang diatur dalam undang-undang di luar KUHP, yang memiliki karakteristik atau subjek hukum yang spesifik. Undang-undang ini bersifat lex specialis derogat legi generali (hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum).
Contoh: Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001), Tindak Pidana Narkotika (UU No. 35 Tahun 2009), Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8 Tahun 2010).
Delik Dolus dan Delik Culpa
Delik Dolus (Kesengajaan): Delik dolus adalah delik yang mengandung unsur kesengajaan (opzet). Pelaku melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran dan kehendak untuk menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang. Kesengajaan dapat berupa kesengajaan sebagai maksud (dolus directus), kesengajaan dengan keinsafan kepastian (dolus indirectus), atau kesengajaan dengan keinsafan kemungkinan (dolus eventualis).
Contoh: Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP), di mana pelaku dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain.
Delik Culpa (Kealpaan/Kelalaian): Delik culpa adalah delik yang terjadi karena kelalaian atau kealpaan (culpa) pelaku. Pelaku tidak bermaksud untuk menimbulkan akibat yang dilarang, namun akibat tersebut timbul karena kurangnya kehati-hatian atau kewaspadaan. Delik culpa dibagi lagi menjadi culpa lata (kelalaian berat) dan culpa levis (kelalaian ringan).
Contoh: Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian karena kelalaian pengemudi (Pasal 359 KUHP).
Delik Komisi dan Delik Omisi
Delik Komisi (Commissionis): Delik komisi adalah delik yang dilakukan dengan suatu perbuatan aktif, yaitu melakukan sesuatu yang dilarang oleh undang-undang. Sebagian besar tindak pidana yang kita kenal termasuk dalam kategori ini.
Contoh: Pencurian, penganiayaan, penipuan.
Delik Omisi (Omissionis): Delik omisi adalah delik yang dilakukan dengan tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan menurut undang-undang. Delik ini dibagi lagi menjadi:
Delik Omisi Murni (Eigenlijke Omisie Delicten): Tidak melakukan suatu perbuatan yang secara eksplisit diwajibkan oleh undang-undang.
Contoh: Pasal 531 KUHP tentang tidak memberikan pertolongan kepada orang yang dalam keadaan bahaya.
Delik Omisi Tidak Murni (Oneigenlijke Omisie Delicten): Tidak melakukan sesuatu yang menyebabkan timbulnya suatu akibat yang sebenarnya dapat dicegah, di mana pelaku memiliki kewajiban hukum untuk bertindak (misalnya, kewajiban untuk melindungi).
Contoh: Seorang ibu yang tidak memberi makan bayinya hingga meninggal dunia, yang dapat dikategorikan sebagai pembunuhan dengan tidak berbuat.
Delik Tunggal dan Delik Berganda
Delik Tunggal: Delik tunggal adalah delik yang cukup dilakukan dengan satu kali perbuatan untuk dapat dinyatakan selesai. Mayoritas delik merupakan delik tunggal.
Contoh: Pencurian (sekali mengambil barang orang lain), pembunuhan (sekali menyebabkan matinya orang lain).
Delik Berganda/Berangkai: Delik berganda adalah delik yang memerlukan lebih dari satu kali perbuatan yang identik atau berkesinambungan untuk dapat dinyatakan selesai sebagai satu delik.
Delik Berlanjut (Voortgezette Handeling): Serangkaian perbuatan yang meskipun dilakukan berkali-kali, namun karena ada kesatuan kehendak atau niat dari pelaku dan kesamaan sifat tindak pidana, dianggap sebagai satu perbuatan pidana.
Contoh: Seorang karyawan yang secara rutin mengambil sedikit demi sedikit uang perusahaan selama beberapa bulan dengan niat yang sama.
Delik yang Bersifat Kebiasaan (Gewoontedelicten): Tindak pidana yang baru dapat dikatakan selesai jika perbuatan itu dilakukan secara berulang-ulang dan telah menjadi kebiasaan pelaku.
Contoh: Menjadikan pelacuran sebagai mata pencarian (Pasal 296 KUHP).
Delik Selesai dan Delik Berlanjut
Delik Selesai (Rampung): Delik selesai adalah delik yang telah sempurna dilakukan dan akibatnya telah terjadi. Delik formil umumnya adalah delik selesai begitu perbuatan dilarang terlaksana. Delik materiil selesai begitu akibat yang dilarang terjadi.
Contoh: Pencurian (barang berhasil diambil), Pembunuhan (korban meninggal dunia).
Delik Berlanjut (Voordurend Delicten): Delik berlanjut adalah delik yang keadaan terlarangnya terus-menerus berlangsung setelah perbuatan pertama dilakukan. Tindak pidana ini terus berlangsung selama pelaku tidak menghentikan perbuatannya. Delik ini berbeda dengan delik berganda yang bersifat kebiasaan karena fokusnya pada kelanjutan keadaan terlarang, bukan pengulangan perbuatan yang sama.
Contoh: Penyekapan (Pasal 333 KUHP), di mana pelaku terus-menerus merampas kemerdekaan orang lain selama orang tersebut disekap.
Delik Propria dan Delik Commune
Delik Propria: Delik propria adalah delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu yang memiliki kualitas atau jabatan khusus yang disyaratkan oleh undang-undang. Jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang lain yang tidak memiliki kualitas tersebut, maka perbuatan itu bukan merupakan delik propria, atau bahkan bukan delik sama sekali.
Contoh: Penggelapan oleh Pegawai Negeri (Pasal 415 KUHP) yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pegawai negeri.
Delik Commune: Delik commune adalah delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang tanpa adanya persyaratan kualitas atau jabatan tertentu. Sebagian besar tindak pidana dalam KUHP termasuk dalam kategori ini.
Contoh: Pencurian, pembunuhan, penganiayaan. Siapa pun dapat melakukan tindak pidana ini.
Penutup
Jenis-jenis delik dalam hukum pidana Indonesia mencerminkan kompleksitas sistem hukum yang bertujuan untuk menegakkan keadilan dan melindungi masyarakat. Pemahaman terhadap klasifikasi delik penting untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip legalitas dan proporsionalitas.
Referensi
Adami Chazawi, A. (2005). Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1: Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Andi Hamzah, A. (1986). Pengantar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
C.S.T. Kansil. (1989). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Lamintang, P.A.F., & Lamintang, T. (2012). Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Jakarta: Sinar Grafika.
Moeljatno, S. (2008). Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Subekti, R., & Tjitrosudibio, T. (1976). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya. Jakarta: Pradnya Paramita.