Amnesti dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia
PIDANA


Pendahuluan
Amnesti merupakan salah satu instrumen hukum yang memberikan kewenangan khusus kepada Presiden untuk memberikan pengampunan terhadap pelaku tindak pidana. Konsep amnesti, yang berasal dari bahasa Yunani "amnestia" yang berarti melupakan, telah menjadi bagian integral dari sistem hukum Indonesia sejak awal kemerdekaan. Dalam konteks negara hukum Indonesia, amnesti bukan sekadar alat pengampunan, melainkan instrumen yang dapat digunakan untuk menjaga stabilitas politik, rekonsiliasi nasional, dan kepentingan negara yang lebih luas. Pemberian amnesti memiliki dimensi politik yang kuat, namun tetap harus berdasarkan pada dasar hukum yang jelas dan mekanisme konstitusional yang tepat.
Pembahasan
Pengertian dan Konsep Dasar Amnesti
Amnesti adalah tindakan pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada individu atau sekelompok individu yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954, amnesti mengakibatkan penghapusan semua akibat hukum pidana terhadap orang yang diberikan amnesti.
Amnesti memiliki karakteristik khusus yaitu berlaku surut (retroactive), karena hanya berlaku untuk tindakan yang dilakukan sebelum ditetapkan. Amnesti juga merupakan hukum pengecualian yang harus digunakan secara terbatas dan diberikan oleh badan hukum tinggi negara.
Perbedaan Amnesti dengan Instrumen Pengampunan Lainnya
Dalam sistem hukum Indonesia, terdapat empat jenis pengampunan presiden yang diatur dalam Pasal 14 UUD 1945:
Amnesti menghapus semua akibat hukum pidana dan memulihkan status hukum seseorang seolah-olah tidak pernah melakukan tindak pidana. Abolisi adalah penghapusan proses hukum yang sedang berjalan atau peniadaan penuntutan. Grasi merupakan pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana. Rehabilitasi adalah pemulihan kemampuan, kedudukan, harkat dan martabat seseorang.
Dasar Hukum Amnesti di Indonesia
Dasar hukum amnesti di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 14 UUD 1945 merupakan dasar konstitusional utama amnesti. Setelah amandemen, ketentuan ini terbagi menjadi dua ayat:
Ayat (1): "Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung"
Ayat (2): "Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat"
Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954
UU Darurat ini mengatur secara spesifik tentang amnesti dan abolisi. Pasal 1 menyatakan: "Presiden, atas kepentingan Negara, dapat memberikan amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana". Pasal 4 menegaskan bahwa dengan pemberian amnesti, semua akibat hukum pidana terhadap orang yang dimaksud dihapuskan.
Mekanisme dan Prosedur Pemberian Amnesti
Prosedur pemberian amnesti melibatkan beberapa tahapan penting:
Nasihat Mahkamah Agung: Sesuai UU Darurat No. 11 Tahun 1954, Presiden wajib memperoleh nasihat tertulis dari MA sebelum mengeluarkan keputusan
Pertimbangan DPR: DPR memberikan persetujuan atas usulan Presiden. Tanpa persetujuan DPR, pemberian amnesti tidak sah secara konstitusional
Keputusan Presiden: Setelah mendapat persetujuan DPR dan nasihat MA, Presiden menerbitkan Keppres yang menyatakan pemberian amnesti
Kriteria dan Kepentingan Negara
Pemberian amnesti harus didasarkan pada "kepentingan negara". Kriteria paling penting dari kepentingan negara adalah stabilitas sistem ketatanegaraan serta jaminan hak-hak bagi warga negara. Kepentingan negara dapat mencakup:
Rekonsiliasi Nasional: Amnesti dapat mendorong rekonsiliasi antara kelompok-kelompok yang bertikai.
Pemeliharaan Perdamaian: Dalam situasi konflik bersenjata, amnesti dapat menjadi bagian dari upaya mengakhiri konflik.
Transisi Demokrasi: Membantu negara yang beralih menuju sistem demokrasi.
Sejarah Pemberian Amnesti di Indonesia
Pemberian amnesti di Indonesia memiliki sejarah panjang sejak era Presiden Soekarno hingga Presiden Prabowo Subianto:
Era Soekarno (1945-1967)
Presiden Soekarno memberikan amnesti melalui Keppres Nomor 330 Tahun 1959 dan Keppres Nomor 449 Tahun 1961 kepada para pemberontak DI/TII dan berbagai gerakan separatis.
Era Soeharto (1967-1998)
Memberikan amnesti dan abolisi kepada para pengikut gerakan Fretilin di Timor Timur melalui Keppres Nomor 63 Tahun 1977.
Era B.J. Habibie (1998-1999)
Memberikan amnesti kepada aktivis pro-demokrasi seperti Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan yang menjadi tahanan politik era Orde Baru.
Era Abdurrahman Wahid (1999-2001)
Memberikan amnesti kepada Budiman Sudjatmiko (mantan Ketua PRD) dan beberapa anggota GAM.
Era Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
Memberikan amnesti kepada seluruh anggota GAM dalam rangka implementasi perjanjian damai Aceh.
Era Joko Widodo (2014-2024)
Memberikan amnesti kepada korban UU ITE seperti Baiq Nuril Maknun (2019) dan Saiful Mahdi (2021).
Era Prabowo Subianto (2024-sekarang)
Memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada 1.178 orang termasuk Hasto Kristiyanto pada tahun 2025.
Kasus Amnesti Terkini dan Kontroversi
Pemberian amnesti dan abolisi terbaru oleh Presiden Prabowo menimbulkan diskusi luas di masyarakat. Amnesti diberikan kepada 1.178 orang dengan berbagai kategori:
Kasus UU ITE terkait penghinaan kepala negara.
Pengguna narkotika yang seharusnya direhabilitasi.
Makar tanpa senjata di Papua (6 orang).
Narapidana dengan gangguan jiwa (78 orang).
Penderita paliatif (16 orang).
Narapidana berusia di atas 70 tahun (55 orang).
Kontroversi muncul karena amnesti diberikan kepada terdakwa kasus korupsi yang prosesnya belum final. Para kritikus menilai hal ini dapat melemahkan penegakan hukum antikorupsi.
Dampak Hukum dan Implikasi Amnesti
Pemberian amnesti memiliki dampak hukum yang signifikan:
Dampak Positif
Membantu rekonsiliasi dan stabilitas politik
Mengurangi beban overcrowding di lembaga pemasyarakatan
Memberikan kesempatan kedua bagi narapidana tertentu
Dampak Negatif
Berpotensi melemahkan supremasi hukum
Menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum
Dapat menimbulkan persepsi bahwa hukum dapat dinegosiasikan
Urgensi Adanya Regulasi Baru
Para ahli hukum menekankan perlunya regulasi baru untuk mengatur pemberian amnesti secara lebih komprehensif. UU Darurat No. 11 Tahun 1954 dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan modern. Dibutuhkan undang-undang baru yang mengatur:
Kriteria pemberian amnesti yang jelas;
Mekanisme yang transparan dan akuntabel;
Pembatasan untuk extraordinary crimes;
Standardisasi penilaian dan pemberian amnesti.
Penutup
Amnesti adalah hak prerogatif Presiden yang diatur UUD 1945 dan UU Darurat No. 11/1954, berfungsi sebagai instrumen strategis untuk menjaga stabilitas politik dan kepentingan negara. Namun, pelaksanaannya sering menimbulkan kontroversi terkait keseimbangan antara kepentingan politik dan supremasi hukum, serta dampaknya terhadap sistem peradilan dan kepercayaan publik. Oleh karena itu, diperlukan regulasi amnesti yang lebih komprehensif: menetapkan kriteria jelas, mekanisme transparan, dan pembatasan tepat agar amnesti dapat mendukung rekonsiliasi sekaligus menjamin prinsip keadilan, supremasi hukum, dan perlindungan hak asasi manusia.
Referensi
Badan Pembinaan Hukum Nasional. (2024). Siaran Pers: Keterangan Menteri Hukum Terkait Amnesti. URL: https://bphn.go.id/siaran-pers/siaran-pers-keterangan-menteri-hukum-terkait-amnesti. Diakses pada 11 Agustus 2025.
Badan Pembinaan Hukum Nasional. Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Grasi, Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. URL: https://bphn.go.id/data/documents/na_ruu_gaar_ttd.pdf. Diakses pada 11 Agustus 2025.
Beniharmoni Harefa. (2025). Amnesti, Abolisi, dan Parameter Berkontribusi bagi Negara. Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta. URL: https://hukum.upnvj.ac.id/amnesti-abolisi-dan-parameter-berkontribusi-bagi-negara/. Diakses pada 11 Agustus 2025.
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. (2020). Perubahan Perundang-undangan di Bidang Grasi, Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi. URL: https://portal.ahu.go.id/id/detail/75-berita-lainnya/2587-ditjen-ahu-perubahan-perundang-undangan-di-bidang-grasi-amnesti-abolisi-dan-rehabilitasi. Diakses pada 11 Agustus 2025.
Supratman Andi Agtas. (2024). Keterangan Menteri Hukum Terkait Amnesti. Kementerian Hukum dan HAM RI. URL: https://jakarta.kemenkum.go.id/berita-utama/keterangan-menteri-hukum-terkait-amnesti-2. Diakses pada 11 Agustus 2025.
Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.